Jumat, 09 Desember 2016

Sejarah Jakarta (7): Gempa Bumi 1834, Istana Buitenzorg Hancur; Sungai Ciliwung di Batavia Makin Dangkal, Kanal Barat Dibangun 1918

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Jakarta dalam blog ini Klik Disin


Istana Buitenzorg, 1834 (sebelum hancur oleh gempa bumi)
Gempa bumi adalah kejadian alam yang menakutkan dan dapat menimbulkan bencana besar. Gempa bumi di Batavia sudah kerap terjadi dan pencatatannya dimulai sejak kehadiran VOC tahun 1619 di Batavia. Dua hal yang pokok yang dapat menimbulkan bencana besar di Batavia adalah runtuhnya berbagai bangunan dan semakin dangkalnya Sungai Ciliwung.

Gempa bumi besar di Batavia telah terjadi beberapa kali sebelumnya. Gempa bumi pertama dicatat tanggal 13 Februari 1684. Selanjutnya, terjadi gempa bumi pada 4 Januari 1699, 25 Januari 1769, 10 Mei 1772 dan disusul pada tanggal 22 Januari 1775. Gempa bumi berikutnya pada tanggal 19 Maret 1805 (lihat Almanak 1816).

Pada masa transisi dari Inggris ke Belanda tahun 1815 terjadi kembali gempa bumi beruntun, yakni: tanggal 10 April 1815 lalu keesokan harinya tanggal 11 April dan empat hari kemudian terjadi lagi tepatmya tanggal 15 April 1815. Ini mengindikasikan wilayah sekitar Batavia sejak dari dulu rawan terhadap gempa bumi.

Istana Buitenzorg Hancur

Gempa bumi tahun 1834 terbilang gempa bumi terbesar yang pernah terjadi di Batavia. Gempa bumi ini tercatat telah menghancurkan Istana Buitenzorg. Padahal istana ini merupakan salah satu bangunan yang dibuat kokoh dan tahan lama karena tempat kediaman Gubernur Jenderal. Yang dimaksud Residentie Batavia saat itu adalah wilayah sepanjang pengaliran sungai Tjiliwong (Afdeeling Batavia, Afdeeling Meester Cornelis dan Afdeeling Buitenzorg).

Sungai Ciliwung Makin Dangkal

Sungai Ciliwung yang terlihat sekarang besar kemungkinan berbeda dengan gambaran Sungai Ciliwung pada masa lampau. Pada masa ini tidak satu ruas pun Sungai Ciliwung dapat diarungi sekalipun sangat jelas bukti (foto) yang masih tersisa dapat ditampilkan. 

Pada masa-masa awal perjalanan menuju Pakuan boleh jadi ekspedisi dapat dilakukan lewat sungai sampai ke hulu di Moeara Beres dan bahkan ke Pakuan. Namun pada masa-masa selanjutnya kapasitas sungai untuk bisa ditelusuri misalnya sampai ke Depok tampaknya semakin sulit dijelaskan  karena kurangya bukti.

Semakin dangkalnya Sungai Ciliwung diduga gempa bumi yang terjadi pada 1699 yang telah mengakibatkan kenaikan tingkat pengendapan di dalam Sungai Ciliwung khususnya yang berada dekat muara. Dampak dari pendangkalan Sungai Ciliwung mengancam penduduk dan lingkungan dari banjir besar.

Hal yang sangat mungkin menyebabkan pendangkalan sungai karena arus sungai yang tidak stabil karena adanya penggundulan hutan di hulu atau di sepanjang Sungai Ciliwung. Cornelis Chastelein telah mengingatkan kita di dalam wasiatnya karena ia telah menyadarinya.

Kanal Barat Atasi Banjir

Banjir besar yang kerap terjadi di Batavia pemerintah mulai berupaya untuk mengatasinya. Pada tahun 1918 Pemerintah Hindia Belanda mulai membangun Pintu Air Manggarai dan Banjir Kanal Barat (BKB) untuk mengantisipasi luapan Sungai Ciliwung yang semakin tidak stabil dan tidak terkendali. BKB ini adalah sungai besar buatan untuk mengalihkan sebagian air Ciliwung ke arah sisi barat Jakarta.

Dalam kaitan ini sejumlah kanal, sodetan dan pintu air juga dibangun. Tujuannya untuk menyelamatkan pusat kota dan kawasan istana Gubernur Jenderal di Batavia. Kanal-kanal dan pintu air ini sudah muncul pada awal pembangunan kota Batavia di era VOC.

Tunggu deskripsi lengkapnya
*Dikompilasi oleh Akhir Matua Harahap berdasarkan sumber-sumber tempo doeloe.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar