Senin, 02 Januari 2017

Sejarah Bogor (1): Sejarah Kota Bogor Dimulai dari Fort Padjadjaran (1687) yang Menjadi Istana Buitenzorg (1745)

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bogor dalam blog ini Klik Disini
*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Depok dalam blog ini Klik Disini

Sejarah Kota Bogor, sejauh ini, telah ditulis secara keliru dan diinterpretasi salah. Penulisan sejarah kota Bogor menjadi tidak proporsional karena penempatan urutan waktu tidak berada pada garis yang sebenarnya.  Kota Bogor sendiri adalah kota yang dibangun di masa lampau yang yang lokasinya dipilih oleh para pendahulu sesuai dengan anugerah alam untuk kebutuhan pertahanan, panorama dan religi. Titik origin kota Bogor dalam hal ini seharusnya dipandang dari awal mula keberadaan istana Buitenzorg, yang lokasinya berada pada titik persinggungan terdekat antara sungai Ciliwung dan sungai Cisadane (eks Pakuan Pajajaran).

Lukisan tertua Buitenzorg, 1770
Bayangkan kita berada di tengah kota (titik origin) di masa lampau. Kita berada diantara dua sungai besar yang sejajar yang merupakan jarak terdekat dua sungai ini (titik singgung) yakni sungai Ciliwung dan sungai Cisadane. Diantara dua sungai besar ini terdapat sungai kecil bernama Cipakancilan. Ke arah selatan (sisi sungai Cisadane) terdapat panorama gunung Salak, ke arah utara panorama melandai menuju ke laut. Ke hulu arah timur menuju pusat ibukota kerajaan Pakuan dan ke hilir arah barat persawahan dan berbelok ke utara mengikuti aliran sungai Ciliwung menuju laut. Titik singgung inilah pusat kota Bogor yang sekarang (Bazaar/Pasar Bogor).  Dari titik origin ini ke arah hulu adalah kota lama (Pakuan Pajajaran) dan ke arah hilir terbentuk kota Buitenzorg. Batas itu kini berada di Pasar Bogor dimana di pangkal jalan Suryakencana kini dibuat gapura dengan bertuliskan ‘Lawang Suryakancana’ (lawang=pintu gerbang). 

Buitenzorg, Belanda Manfaatkan Kearifan Lokal

Nama Buitenzorg adalah nama popular Bogor setelah ekspedisi Belanda (VOC) dimulai tahun 1703 oleh van Riebeek. Sejak itu Bogor mulai dieksploitasi dengan munculnya area-area semacam konsesi yang disebut land (tanah-tanah partikelir).
 
Salah satu pemicu perkembangan itu adalah keberadaan istana Buitenzorg yang dibangun tahun 1744. Buitenzorg berasal dari kata rumah peristirahatan (istana peristirahatan, zorg) di luar kota (buiten) sebagaimana umumnya ditemukan di Eropa pada masa lampau. Ide istana ini muncul untuk tempat tinggal alternatif bagi Gubernur Jenderal yang menganggap Batavia sudah dianggap tidak sehat (kanal-kanal semakin dangkal dan kotor dan tidak aman setelah peristiwa pembantaian orang-orang Cina di Batavia tahun 1740).

Istana yang menjadi rumah peristirahatan yang disebut Istana Buitenzorg menjadi origin kota Buitenzorg. Istana ini dibangun saat Gubernur Jenderal masih berkantor di Istana Batavia (Stadhuis/Balai Kota Batavia).

Istana Buitenzorg pada nantinya digunakan Stamford Raffles (Gubernur Jenderal Inggris) sebagai ibukota dan menjadi kediaman resminya antara tahun 1811-1816.

Lokasi Istana Buitenzorg

Tugu Putih (de Witte Paal), 1870, kini Tugu Air Mancur
Kebutuhan tempat peristirahatan Gubernur Jenderal (VOC) semakin mendesak. Suatu komite dibentuk untuk menetapkan dimana lokasi istana akan dibangun. Komite menetapkan pada suatu situs penting (di era Pakuan Pajajaran) dimana terdapat sebuah kolam air (kini kolam air itu berada di belakang istana) yang suatu kolam alamiah. Istana yang akan dibangun menghadap jalur kedatangan dari Batavia dengan titik sentral berada di tugu putih (persimpangan jalan kuno di era Pakuan Pajajaran) yang kini disebut tugu Air Mancur. Dari tugu ini lurus ke lokasi istana. Lokasi pertapakan istana ini disebut Kampong Baroe.

Dilaporkan bahwa istana ini mulai dibangun 1745 dan selesai tahun 1750. Tentu saja arsitektur istana Buitenzorg ini belum semegah istana yang sekarang. Pada waktu itu, bahkan air mancur yang berada di tengah kolam istana lebih popular dibandingkan dengan istananya sendiri. Saat itu, kolam air ini berada di situs yang agak tinggi dari sumber-sumber air di sekitarnya seperti sungai Tjiliwung dan sungai Tjipakantjilan. Boleh jadi danau ini terbentuk dari air mancur yang keluar dari dalam tanah. Boleh jadi antara tugu (paal) dengan air mancur adalah garis lurus dimana kawasan Buitenzorg dibangun. Apakah terminology Tugu Air Mancur yang sekarang sudah ada sejaka 1744?

Lokasi kota Bogor (bermula dari Buitenzorg)
Satu-satunya data/informasi terawal tentang istana Buitenzorg adalah lukisan tentang belakang istana Buitenzorg yang diperkirakan dibuat tahun 1770 (lukisan ini telah diperbarui dengan cat air tahun 1928 oleh suatu firma di Batavia). Judul (deksripsi) lukisan ini adalah: ‘Het Gezigt van de beneden tuijn op Buijten Zorg met desselfs wasplaats Fontijn Hoogstens en Berrege af te Zien van het Speelhuijs op Campon Baro’

Lukisan ini menceritakan patung-patung taman di pinggir kolam air mancur. Kolam ini juga digunakan untuk tempat cucian dan dipinggirnya sebagai area untuk bermain. Area di kejauhan sebagai latar belakang taman dan kolam (belakang istana) adalah hutan dan dan lahan-lahan yang masih kosong. Hutan dan lahan kosong ini pada nantinya (1817) menjadi Kebon Raya.


Benteng Fort Padjadjaran (Peta ekspedisi Scipio, 1687)
Lokasi Istana Buitenzorg ini besar kemungkinan adalah lahan kosong yang sudah lama ditinggal pasca runtuhnya Pakuan-Pajajaran. Lahan ini baru ditempati kembali ketika tim ekspedisi VOC yang dipimpin Sersan Scipio tahun 1687 membangun benteng di titik persinggungan terdekat sungai Tjiliwong dan sungai Tjisadane. Benteng VOC itu diberi nama Fort Padjadjaran. 

Benteng Philipina (eks Fort Padjadjaran), Lukisan  1772)
Ini masuk akal karena kampung-kampung terdekat yang diidentifikasi tim Scipio di dalam peta hanya terdapat di sisi utara sungai Tjiliwong. Tidak ada teridentifikasi kampung diantara dua sungai maupun di sisi selatan sungai Tjisadane. Lalu dalam perkembangannya di dua sisi benteng ini pada tahun 1745 dibangun villa Guberrnur Jenderal VOC. Ketika villa ini direnovasi menjadi Istana Buitenzorg (sejak Daendels dan Raffle) benteng Fort Padjadjaran yang kemudian berganti nama menjadi Benteng Philipina dipindah dan ditingkatkan statusnya menjadi garnisun militer ke lokasi dimana POM berada di sisi lampu merah pintu gerbang istana yang sekarang. Garnisun ini kelak dipindahkan ke tempat Zeni AD yang sekarang dekat air mancur. Sementara itu, Istana Buitenzorg pada tahun 1834 runtuh karena gempa besar. Pada tahun 1850 Istana Buitenzorg dibangun kembali seperti yang kita lihat sekarang ini.

Jalan Baru dan Kali Baru

Jalan menuju Buitenzorg dari Batavia adalah melalui sisi timur sungai Ciliwung. Jalan ini adalah jalan yang dirintis setelah adanya Belanda (berdasarkan rute jalan lama).

Jalan rintisan ini kemudian semasa Daendles (1810) ditetapkan sebagai jalan pos. Jalan pos itu dari Batavia melalui Bidara Tjina, Tandjong (kini pasar Rebo), Tjimanggis, Tjibinong dan Tjiloear. Bidara Tjina dan Tjiloear adalah dua pusat perdagangan yang diduga setelah era Fatahillah (Iacatra). Bidara Tjina adalah tempat utama yang menjadi bazaar yang didominasi oleh Tionghoa. Sedangkan Tjiloear adalah tempat utama yang menjadi bazaar yang didominasi oleh penduduk pribumi.

Bersamaan dengan dibangunnya istana Buitenzorg (1744) militer merintis jembatan dari ‘jalan utama’ (Bidara Tjina-Tjiloear) untuk menyeberang sungai. Lokasi yang tepat berada di Kedoeng Halang (kini di Warung Jambu). Pilihan penyebarangan ini karena alasan lebar sungai Ciliwung yang lebih sempit sehingga militer lebih mudah membangun jembatan kayu beratap. Dari jembatan ini terus mengikuti jalan Ahmad Yani yang sekarang lalu melalui Zeni di Air Mancur. Ke timur terus ke depan Istana Buitenzorg.

Sebelum adanya jalan sisi timur Ciliwung ini sudah ada jalan sisi barat sungai Ciliwung (Westerweg). Jalan ini dari Air Mancur melalui Gedong Badak, Tjiliboet, Depok, Pasar Minggu terus ke Sunda Kelapa. Jalan ini diduga jalan kuno sejak era Pakuan Padjajaran. Di era VOC di Depok bercabang ke Tjiniri lalu ke Tangerang.

Selain istana Buitenzorg, situs penting lainnya di kota Bogor yang sekarang adalah Tugu Putih (de witte paal). Tugu ini kini lebih dikenal sebagai tugu  Air Mancur. Tugu ini merupakan penanda persimpangan menuju ke empat arah.

Jalan lama sebelum adanya istana Buitenzorg adalah jalan utama menuju timur ke Tadjoer dan Tjiawi dan menuju ke barat menuju Tiliboet. Dengan kata lain istana dibangun di sisi jalan utama ini (dekat kolam). Sementara dari air Mancur ini menuju ke utara (Kedoeng Halang) dan menuju ke selatan ke Tjiomas (melalui Jalan Pabaton/RE Martandiata yang sekarang).

Pada saat sekarang dengan posisi istana Bogor ke timur menuju jalan Suryakencana, Jalan ini awalnya persis lokasi istana dan ketika istana dibangun bergeser seakan mengitari istana lalu dari belakang istana ke Surya Kencana. Sejak kebun Raya dibangun (1817) untuk melengkapi istana, jalan ini bergeser lagi (seperti yang sekarang). Dengan kata lain di tengah kebun raya merupakan jalan menuju Tadjoer dan Tjiawi melalui jalan Surya Kencana yang sekarang. Sementara dari istana ke barat melalui jalan Sudirman, Air Mancur, Good Year (Stadion Pajajaran), Kebon Pedes, terus ke Tjiliboet dan seterusnya.

Jauh sebelum pemerintah Hindia Belanda membentuk asisten residen di Buitenzorg, VOC melakukan kerjasama dengan pemimpin di Bogor, dibuat kali baru (River New) atau Slokkan. Pekerjaan kali baru ini dimulai tahun 1739 oleh Martidiwangsa dan kemudian diteruskan dan diselesaikan pada tahun 1753 oleh Gubernur Jenderal Baron van Imhoff.

Kali baru ini terdiri dari dua yakni kali baru barat dan kali baru timur. Kali baru barat airnya bersumber dari pembuatan bendungan di Empang (sungai Cisadane) yang airnya diteruskan ke sungai Cipakancilan dan alirannya diteruskan untuk mengairi sawah dan kebutuhan perkebunan Land Gedong Badak, Land Tjiliboet dan Land Bodjong Gede (lalu Tjitajam, Depok, Pondok Tjina Sringsing terus ke Batavia). Hal yang sama juga dengan membuat bendungan (di Katulampa) untuk pengairan sawah dan kebutuhan perkebunan di Tjikao dan Tjitrap melelaui Ningewer yang kemudian dibuang ke kali  kecil Tjipamangies, dekat desa Brengkok di Land Tjipamangies.

Batas Wilayah Ibukota Buitenzorg dan Akuisisi Tanah Partikelir

Sebagaimana diketahui VOC Hindia Timur digantikan Pemerintah Hindian Belanda 1799 dimana pemerintah membeli tanah-tanah VOC untuk tempat pemerintahan seperti di Batavia dan Buitenzorg. Pada tahun 1800, Land Bloebor dibeli oleh pemerintah dimana land tersebut dijadikan pusat pemerintahan. Sejak itu Land Bloeboer  dianggap wilayah kekuasaan pemerintah dan nama Bloeboer berganti nama menjadi Buitenzorg. Dalam pembelian ini tanah tersebut, Daendles memiliki sepersepuluh secara pribadi dalam 54 persil tanah yang terletak di sejumlah tempat. Persoalan kemudian muncul karena kepemilikan pemerintah terhadap ibukota Buitenzorg tidak utuh alias compang-camping serta batas-batas Negara (pemerintah) tidak menentu. Gugatan kemudian diajukan terhadap tanah kepemilikan di dalam kota yang dulu menjadi milik Daendles (lihat Nederlandsche staatscourant, 02-11-1866). Gugatan dilakukan oleh Kejaksaan Agung mewakili pemerintah Hindia Belanda.

Pada tahun 1864 gugatan diajukan ke pengadilan di Batavia. Tanah-tanah swasta (partikelir) harus dibebaskan dari dalam kota dan akan dibeli oleh pemerintah. Pada tahun 1866 sebagaimana dilaporkan surat kabar Nederlandsche staatscourant, 02-11-1866 pengadilan meloloaskan gugatan pemerintah dan dapat membebaskan tanah pertikelir dengan memberikan ganti rugi kepada para pemilik. Dengan demikian deklarasi baru dibuat atas tanah pemerintah di Buitenzorg alias Bloeboer. Disebutkan tanah pemerintah di Buitenzorg dengan struktur baru adalah sebagai berikut:

Nederlandsche staatscourant, 02-11-1866
Di sisi utara berbatasan dengan Land Kedoeng Badak: mulai dari sungai Tjiliwong, jembatan sepanjang sungai Pekantjilan oleh tujuh tiang, bersama dan melalui desa Paledang, tepi kiri sungai Pekantjilan di kompleks Tjiwaringin; di tepi kanan dari Tjikoman, di Paboearan, kampung Tjilandak, untuk tepi kanan sungai Tjidani yang lima belas tiang semuanya disemen. Di sisi selatan, mulai dari sungai Tjiliwong di mulut sungai Tjiboedik, ke arah barat 42 derajat selatan ke sungai Tjiawi, dan bersama mereka ke utara ke mulut sungai Tollok Pinang; lingkup barat 9 derajat selatan, ke sungai Tjiretek, sampai sungai Tjidani, pemisahan dari Land Tjoetak Tjawi. Di sisi timur dikelilingi oleh jalannya sungai Tjiliwong, membuat pemisahan Land Kampong Baru. Di sisi barat ditentukan sungai Tjidani, membuat pemisahan antara Land Tjoetak, Tjireroek, Tjiomas dan Sendang-Barang serta Dermaga.

Dengan demikian ibukota Buitenzorg baru tahun 1866 sepenuhnya dikuasai oleh Negara yang dalam hal ini pemerintah di Buitenzorg (Asisten Residen). Implikasinya atas tanah-tanah yang dugunakan di seluruh ibukota pemerintah dapat menetapkan (pemungutan) pajak dan memiliki hak penuh terhadap pengaturannya. Persil-persil tanah yang diakuisisi oleh pemerintah tersebut diantaranya terdapat di Bandar Petee, Tjotok Bloeboer, Kampong Bodjoeng Neros, Kampong Babakan, Kampung Babakan Paledang.

Nama Buitenzorg sebagai nama suatu tempat baru muncul di dalam surat kabar Oprechte Haerlemsche courant, 07-03-1767: ‘Een plaifante nette en welgeleg«n buiten plaats, genaamd Buitenzorg met deszelfs Heeren-Huizinge’. Nama Buitenzorg semakin kerap muncul sebagai nama tempat dimana terdapat penjualan lahan-lahan pertanian (Amsterdamse courant, 18-04-1778).

Ibukota dan Pemerintahan di Buitenzorg

Bataviasche koloniale courant, 05-01-1810
Secara defacto, Residentie Batavia sudah sejak lama mengklaim Buitenzorg sebagai wilayahnya. Namun secara de jure Buitenzorg memiliki pemerintahan secara resmi baru terjadi pada era Inggris (1811-1818). Hal ini dapat diperhatikan dalam keputusan Gubernur Jenderal tentang Aturan Umum tahun 1810 dalam penetapan jalan pos trans–Jawa belum terindikasi nama wilayah admninistratif, yang dinyatakan adalah nama-nama tempat utama (hoofdplaats) sebagai pos-pos utama, seperti Bantam, Batavia, Buitenzorg, Tjisaroa, Bandong, Sumadang, Tjirebon dan seterusnya ke Surabaija. Di dalam aturan umum ini Jawa hanya dibagi ke dalam empat distrik saja: Bantam, Batavia, Semarang dan Soerabaja. Dalam aturan umum ini nama Buitenzorg disebut di dalam artikel (pasal) 10 (lihat edisi perdana Bataviasche koloniale courant, 05-01-1810). 

Sebagaimana diketahui Inggris berada di Jawa sejak 1811 hingga 1816. Selama pendudukan Inggris, ibukota Hindia Timur (East India) berada di Buitenzorg. Ibukota ini paa awalnya I Batavia (sjak 1811). Namun alam prkmbangannya, bbrapa fungsi suah braa I Buitnzorg (1812) sprit yang trkait ngan prtanahan (landen) yang brkanbtor I kantor Rsin Buitnzorg. Rsin Buitnzorg prtama aalah Th. Mc. Quoid. Baru paa tahun 1813 sara prmann ibukota pinah k Buitnzorg (lihat Java government gazette, 19-12-1812). Aapun rsinti yang ibntuk smaa Inggris banyaknya 16 rsidentie, yaitu: Bagelen, Bantam (Banten), Banyumas, Basoeki (Besuki), Buitenzorg (Bogor), Tjirebon (Cirebon), Batavia (Jakarta), Karawang, Kediri, Kedoe (Karanganyar), Madioen (Madiun), Madoera (Madura), Pasoeroewan (Pasuruan), Djapara (Jepara), Preanger (Priangan), Pekalongan, Rembang, Samarang (Semarang), Soerabaka, Soerakarta, Jogjakarta.

Umumnya ibukota berada dimana pemrintah berkedudukan.dalam hal ini, Residen Buitenzorg berkedudukan di Buitenzorg. Pada umumnya ibukota adalah kantor/rumah dari pemerintah tersebut yang dalam hal ini Residen Buitenzorg. Untuk residen pertama di Buitenzorg setelah Belanda berkuasa kembali (1816) adalah TF Hardij dan kemudian digantikan oleh CSW van Hagendorp (lihat Bataviasche courant, 05-09-1818).

Lokasi rumah/kantor asisten Residen ini dipilih berada di seberang Istana Buitenzorg (yang sudah selesai dibangun tahun 1750). Bangunan rumah/kantor asisten residen ini menjadi kantor asisten residen selama pemrintahan colonial Belanda hingga kemudian datangnya pendudukan Jepang (1941). Situs/bangunan kantor asisten residen Buitenzorg ini masih dapat dilihat hingga ini hari (disamping Hotel Salak yang sekarang).

Bataviasche courant, 05-09-1818
Residentie Buitenzorg dipisahkan dari Rsideentie Batavia. Residentie lainnya yang berdekatan adalah Residentie Bantam dan Residenti Cheribon dan Residenti Preanger. Residentie Karawang baru dibentuk kemudian (1818).

Karawang sendiri sebelumnya adalah sebuah district di Regenshappen Preanger. Berdasarkan keputusan Gubernur Jenderal tanggal 20 Juli 1818 Karawang dibentuk menjadi sebuah Residenti dengan menempatkan seorang residen. Residen Karawang yang diangkat adalah MA van den Broeek (lihat Bataviasche courant, 05-09-1818).
.
Leydse courant, 19-09-1823
Namun dalam perkembangannya, Residenti Buitenzorg statusnya diturunkan menjadi asisten residen dan dimasukkan ke dalam residenti Batavia (1823). Ini ditandai dengan pengumuman Gubernur Jenderal di Batavia pada tanggal 3 Mei 1823 imana asisten residen yang ditunjuk di Buitenzorg adalah SLG van Schuppen (lihat Leydse courant, 19-09-1823). Asisten residen berikutnya adalah R de Fillienttaz Bousquet (lihat Javasche courant, 18-07-1829).

Untuk sekadar pemandu: surat kabar pemerintah Hindia Belanda mucnul kali pertama tahun 1810 (Bataviasche koloniale courant edisi pertama 05-01-1810). Lalu kemudian surat kabar ini digantikan oleh surat kabar berbahasa Inggris, Java government gazette di era pendudukan Inggris (pada bulan Februari 1912). Setelah Belanda berkuasa kembali, surat kabar tersebut digantikan oleh Bataviasche courant dan kemudian muncul Javasche courant.


Bersambung:
Sejarah Bogor (2): Kopi Buitenzorg, Lebih Tua dari Kopi Preanger; Sentra Produksi di Megamendung dan Cibungbulang
Jalan Jend. Sudirman, 1970
Pada artikel-artikel selanjutnya akan mendeskripsikan sejarah berdasarkan tematik: (1) Istana Buitenzorg dan gempa bumi, (2) Kantor Asisten Residen Buitenzorg dan kiprah para Residennya, (3) Alun-alun Kota Buitenzorg dan tata kota, (4) Hotel Bellevue yang kini manjadi Pasar Ramayana (5) Stasion Buitenzorg dan para komuter, (6) Babakan Pasar, Pecinan di Buitenzorg, (7) Masjid Empang, Gereja Katolik Roma dan Gereja Protestan, (8) Jembatan Merah di atas kanal sungai Cipakancilan, (9) Kebun Raya Bogor diperluas tiga kali, (10) Sekolah Pribumi dan sekolah Eropa, (11) De Societeit, klub social di Buitenzorg, (12) Bendungan Empang di Cisadane dan bendungan Katulampa di Ciliwung, (13) Pasar Bogor Pasar Lama, Pasar Anyar Pasar Baru, (14) Gemeente Buitenzorg dan gemeeteraad, (15) Landbouwschhol dari Bondongan ke Cimanggu, (16) Veterinary School dan pembangunan pemukiman elit, (17) Rode Kruis-ziekenhuis menjadi rumah sakit PMI, (18) Universiteit van Indonesie di Buitenzorg, (19) Karbouwen-markt, pasar ternak di Buitenzorg, (20) Hotel Debbet yang menjadi Hotel Salak, (21) Landraad Buitenzorg, (22) Jembatan Bambu Batutulis, (23) Bantam straat yang kini menjadi jalan Kapten Muslihat, (24) Kartini School, sekolah keputrian, (25) Teubweg menjadi Jalan Otista, (26) Pendudukan Jepang, (27) Perang Kemerdekaan di Bogor) dan seterusnya. Untuk melihat semua artikel Sejarah Bogor dalam blog ini Klik Disini
Baca juga:
Sejarah Jakarta (15): Buitenzorg Ibukotanya Blubur, Sejarah Kota Bogor yang Sebenarnya


*Dikompilasi oleh Akhir Matua Harahap berdasarkan sumber-sumber tempo doeloe. Sumber utama yang digunakan lebih pada ‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam setiap penulisan artikel tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.

3 komentar:

  1. menarik ...adakah data otentik untuk kejelasan real nya

    BalasHapus
  2. menarik..apalagi kalau di dukung potret yang ada pada jaman itu

    BalasHapus
    Balasan
    1. Foto, peta dan lukisan serta teks surat kabar, majalah dan bentuk dokumen lainnya)yang tidak disajikan dalam artikel ini dapat dilihat pada nomor-nomor artikel lainnya pada serial artikel Sejarah Bogor ini. Selamat membaca.

      Hapus