Sabtu, 22 April 2017

Sejarah Kota Padang (20): Sejarah Sepakbola Kota Padang, Ini Faktanya; Bermula di Plein van Rome

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Padang dalam blog ini Klik Disin


Sepakbola bermula dari orang-orang Eropa. Itu yang ditemukan di berbagai kota seperti di Medan (1891), Batavia (1894), Soerabaja (1889), Semarang dan Bandoeng (1903). Ini berarti sepakbola kali pertama ditemukan di Medan. Meski demikian adanya, namun kompetisi sepakbola kali pertama dilaksanakan di Batavia (1904). Lapangan yang digunakan untuk sepakbola di Medan adalah Esplanade (aloon-aloon), di Batavia adalah Koningsplein (kini lapangan Monas) dan di Bandoeng adalah Pieters Park (kini taman Balai Kota). Sementara di Kota Padang adalah Plein van Rome (kini Lapangan Imam Bonjol).

Plein van Rome, Alang Lawas Padang (1930)
Salah satu klub yang berkompetisi di Batavia (Bataviasch Voetbal Bond) adalah Docter Djawa Voetbalclub. Klub ini pemainnya adalah mahasiswa Docter Djawa School/STOVIA. Secara teknis klub ini adalah klub orang-orang pribumi. Di Medan sudah ada klub orang-orang pribumi, seperti Sultan dan Tapanoeli Voetbalclub. Pada tahun 1907 Docter Djawa VC melakukan pertandingan persahabatan dengan Tapanoeli VC di Medan. Salah satu pemainnya adalah Radjamin Nasoetion. (kelak diketahui Radjamin Nasution adalah pendiri perserikatan Medan dan perserikatan Soerabaja).

Sepakbola di Padang

Sepakbola sendiri di Kota Padang tentu saja sudah dikenal. Siapa yang memperkenalkan sepakbola sudah barang tentu orang-orang Eropa sebagaimana di kota-kota lain. Pada tahun 1908 di Padang dilaporkan terdapat sebanyak 17 klub sepakbola (Soerabaijasch handelsblad, 04-01-1908). Jumlah ini bukan sedikit. Klub-klub tersebut terdiri dari klub orang-orang Eropa/Belanda (sipil dan militer) dan klub-klub orang Melayu, Kling, Arab dan Tionghoa. Klub-klub itu menggunakan lapangan Plein van Rome (Gereja Katolik Roma) yang memiliki empat lapangan sepakbola yang berdampingan yang kualitasnya terbilang baik. Lapangan sepakbola ini berada di Alang Lawas.

Peta Kota Padang, 1915
Klub-klub Eropa/Belanda di Kota Padang antara lain adalah Sparta, Vios, Thor. Sementara itu klub-klub lainnya di Fort de Koek (Ster van Agam), Padang Pandjang (Sport Staalt Spieren dan Sawahloento (Zwarte Diamant). Sedangkan klub-klub orang Melayu antara lain bernama Madjoe (Fort de Kook) dan Vogel .(Padang Pandjang), Juga terdapat nama klub SSS.

Di Kota Padang pertandingan sepakbola dilaporkan pada tahun 1912. Pertandingan tersebut mempertemukan klub Thor melawan Quick. Pertandingan yang dilangsungkan di Padang pada tanggal 3 Juni 1912 berakhir dengan kedudukan 2-2 (Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 03-06-1912). Pertemuan kedua klub ini tidak dijelaskan.

Pada tanggal 1 Desember 1913 di Padang dilangsungkan pertandingan final antara Thor dan Vios untuk menandai seabad kemerdekaan Padang dimana panitia menyediakan medali bagi pemenang. Thor memenangkan pertandingan dengan 4-1. Mr. Verkade memberikan pidato dan memberikan medali kepada klub pemenang (Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 01-12-1913). 

Turnamen Sepakbola dan Padang Voetbal Bond

Klub sepakbola di Padang masih terbilang baru. Pada bulan Februari 1921 di Padang diadakan turnamen sepakbola yang diikuti oleh empat kesebelasan, yakni: Sparta Padang, Ajax Padang, Sinar Sumatra dan Dunlop Rubber & Co, Dalam turnamen ini, juara adalah Sparta dengan medali emas dan medali perak diraih oleh Ajax (Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 09-02-1921). Setahun berikutnya di Padang dilaporkan pertandingan antara Sparta vs Yong Fellows yang dimenangkan oleh Sparta dalam tajuk wisslebker yang diselenggarakan Sumatra Bode (Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 13-02-1922).

Sudut jalan Plein van Rome, Alang Lawas Padang (1930).
Seperti di kota lain, Sparta adalah klub militer. Sparta Padang diduga adalah klub militer, sebagaimana di Batavia dan Tjimahi (Bandoeng). Nama-nama klub orang-orang Belanda biasanya mengambil nama klub yang berkompetisi di Liga Belanda. Sebelum adanya kompetisi, nama-nama klub yang lebih dulu hadir diberi nama sesuai nama kota seperti Bataviasch Voetbalclub, Medan Sportclub dan Bandoengsch Voetbalclub. Penamaan lain mengikuti sponsor utamanya seperti di Padang Sinar Sumatra (media) dan Dunlup (plantation). 

Pada tahun 1922 di Padang dibentuk perserikatan sepakbola yang diberi nama Padang Voetbal Bond. Para anggota bond ini terdiri dari klub orang-orang Eropa/Belanda dan pribumi. Setelah menilai klub pribumi hanya klub De Broeder’s yang layak. Klub-klub pribumi lainnya tidak diadopisi sebagai anggota karena permainannya kasar (Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 24-07-1922).

Selain di Padang, sepakbola juga dipertandingkan di Padang Pandjang dan Fort de Kock. Di Padang Pandjang sepakbola dilangsungkan di lapangan pacuan kuda Padang Panjang (Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 15-04-1922).

Tokoh penting di dalam pengembangan sepakbola di Padang dan sekitarnya adalah Dr. Abdoel Hakim. Dalam suatu pertandingan terjadi tawuran antara pemain tim polisi militer (yang sebagian besar orang Ambon) melawan tim pribumi, lima polisi militer menyerang seorang pemain lawan. Dr. Abdoel Hakim yang hadir dalam pertandingan itu terpaksa harus turun tangan sebelum datang polisi (Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 02-06-1927). Dr. Abdoel Hakim saat itu menjabat sebagai Presiden SVM (Sport Vereniging Menangkabau).

Het nieuws van den dag voor NI, 27-11-1902
Dr. Abdoel Hakim adalah seorang dokter lulusan Docter Djawa School tahun 1905. Abdul Hakim mengawali karir di rumah sakit Batavia kemudian berpindah dari satu tempat ke tempat lain di Sumatra dan Jawa. Pada tahun 1919, Dr. Abdoel Hakim menjabat sebagai ketua Sumatranen Bond cabang Padang. Pada tahun 1924 dicalonkan untuk Volksraad. Pada tahun 1922 Abdoel Hakim mendirikan SVM  di Padang (di waktu yang sama di Medan, Dr. Radjamin Nasoetion mendirikan Deli Voetbal Bond). Siapa Abdoel Hakim? Abdoel Hakim dan Abdoel Karim adalah sekelas dengan Dr. Tjipto Mangoenkoesoemo di Docter Djawa School (1902). Abdoel Hakim Nasoetion gelar Soetan Isrinsah dan Abdoel Karim Harahap adalah alumni ELS Kota Padang Sidempuan. 
.
Pada tahun 1928 De Sumatra post, 08-12-1928 MSV (dari Medan) akan melawat ke Sibolga. Selama libur Natal MSV di Sibolga untuk bermain dua pertandingan, hari pertama dengan kombinasi Tapanoelie dan hari berikutnya melawan IPE (Inlandsch Padang Elftal) dari Padang. Tim yang terakhir ini adalah tim dibawah promotor Dr. Hakim, yang saat ini merupakan tim terkuat dari Padang, dimana menurut laporan tim ini akan diperkuat dengan beste.spelers dari seluruh West Sumatra. Turnamen ini diselenggarakan oleh Sibolga Voetbal Bond, yang kabarnya, Mr. Statius Muller, Coutroleur Kota Sibolga bertindak sebagai ketua.

Dalam perkembangannya, sepakbola di Padang sudah terlihat sangat bergairah. Paling tidak tim-tim dari Sumatra Timur mulai melirik Padang dan West Jawa dan akan melawat untuk suatu pertandingan dan turnamen antar kota (interstedelijke wedstrijden). Tim yang berpartisipasi adalah tim dari Sawah Loento, Padang Pandjang, Sibolga, Medan dan Padang. Hasil sementara penyelenggaraan turnamen ini dilaporkan De Sumatra post, 03-09-1931sebagai berikut: IPE (Padang) vs REMZ (Sawah Loento) dengan skor 3-2;  REMZ (Sawah Loento) vs UMS (Sibolga) dengan skor 3-2, IPE vs UMS (4-l). Sementara itu terjadi pertandingan antara pemaian gabungan Kota Padang vs pemain gabungan Kota Medan yang dipertandingan kemarin dengan hasil imbang (0-0). Sore ini Medan bermain melawan Goenoeng Sejati, sebelas kombinasi Padang Panjang. Pertandingan Medan berikutnya melawan lPE (Padang) yang awalnya 5 September digeser menjadi tanggal 6 September. Official Medan menganggap klub IPE (Inlandsch Padang Elftal) adalah klub kuat yang sulit dikalahkan tim lain selama ini. Susunan Tim Medan (lihat De Sumatra post, 03-09-1931).

Susunan Tim Medan (De Sumatra post, 03-09-1931)
Tim Medan (MSV=Medan Sport Vereeniging) adalah tim terkuat di Sumatra. Tim ini sangat rajin melakukan lawatan ke berbagai tempat termasuk Penang dan Singapoera. De Sumatra post, 25-07-1932 melaporkan kembali MSV akan ke Padang lagi.

Dalam perkembangannya beberapa klub keluar dari SVM dan membentuk sarikat baru yang disebut PSV (Padangsch Sport Vereeniging). Tindakan itu dilakukan karena klub-klub pribumi kerap dirugikan baik dalam pertandingan maupun di luar pertandingan. Sarikat baru ini, PSV hanya terdiri dari klub-klub orang pribumi. Sementara orang-orang Eropa dan Tionghoa tetap di dalam SVM.

Kompetisi Sepakbola

Kompetisi sepakbola dalam bentuk liga di Kota Padang sesungguhnya belum pernah terbentuk. Namun kompetisi yang ada masih setingkat turnamen. Kompetisi liga biasanya ditandai dengan penyelenggaraan yang regular dan dibuat berjenjang (divisi). Umumnya divisi dua level seperti di Batavia dan Bandoeng. Di Medan pada tahun 1909 pernah terjadi sampai tiga level. Satu klub (vereeniging) dapat membentuk dua atau tiga level.

Satu turnamen pernah dilakukan di Padang pada tahun 1932 dengan memperebutkan piala yang disebut Goenoeng Padang Beker (Bataviaasch nieuwsblad, 30-03-1932). Hasil turnamen ini adalah sebagai berikut: Padang Sport vs Goenoeng Sejati (1-0, Padang Sport vs REMZ (0-2); REMZ vs Goenoeng Sejati (1-2). Sementara di turnamen setengah kompetisi untuk memperebutkan De Roode Kruisbeker (Palang Merah Cup) di Pajacombo. Turnamen ini dimenangkan oleh TMC dari Fort de Kock.

NIVU dan Voetbal Bond Minangkabau

NIVU adalah federasi sepakbola di Hindia Belanda yang sudah diakui oleh FIFA. Dalam rangka menyongsong Piala Dunia di Perancis tahun 1938, NIVU berusaha mengoptimalkan potensi sepakbola di Hindia Belanda dengan memperluas keanggotaannya terutama di luar Jawa. Salah satu potensi sepakbola tersebut di Padang dan sekitarnya (West Sumatra). NIVU lalu mengirim konsul ke Padang, JB. Robinson (De Sumatra post, 15-05-1935).

De Sumatra post, 15-05-1935
Dalam pembicaraan yang dilakukan JB. Robinson dengan berbagai stakeholder sepakbola di Padang terjadi sejumlah kesepakatan dan terbilang sukses. Salah satu poin penting adalah membentuk sarikat baru yang diberi nama Voetbal Bond Minangkabau" (VBM). Dewan (pengurus) yang terbentuk adalah sebagai berikut: Presiden, Dr. A. Hakim, Wakil  Letnan HA van Renese, Sekretaris (…), Bendahara, Sharif Gani. Tujuan liga adalah untuk meningkatkan sepakbola di Pantai Barat, pada umumnya, dan di Padang khususnya agar posisinya lebih kompetitif. Yayasan ini sekarang telah dibentuk dan tidak diragukan lagi berkomitmen untuk melaksanakannnya. Para pemain sendiri sekarang telah dilakukan finishing proses pendataan.

Pada tahun 1936 NIVU kembali menunjuk konsul di Padang untuk mempersiapkan pendirian bond di Padang dan sekitarnya (Padang en omstreken). Konsul yang ditunjuk adalah Mr. Th. van der Lee, mantan sekretaris SBB di Padang (De Sumatra post, 17-02-1936). Dari perkembangan terakhir, menurut konsul NIVU di Padang terdapat 12 sarikat (vereeniging) yang sudah siap bergabung (Bataviaasch nieuwsblad, 06-10-1936).

Klub dari Jawa Bertandang ke Padang

Usai kompetisi dan sebelum kompetisi berikutnya dilakukan, biasanya sejumlah klub melakukan pertandingan persahabatan di kota-kota lain. Salah satu klub kuat di Bandoengsch Voetbal Bond, UNI melakukan lawatan ke Padang (Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 08-10-1937). Ini bermula dari undangan dari Padang Voetbal Bond. Pada tanggal 13 Oktober tim Bandoeng berangkat dengan kapal ke Padang dibawah pimpinan Mr. PA. Kessler, ketua UNI dengan memawa pemain full-team dengan lima pemain cadangan. Tim UNI selain akan bertanding di Padang juga di Fort de Kock. Tanggal 23 UNI akan kembali pulang. Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 16-10-1937 melaporkan UNI mengalahkan SIOD (Padang) dengan sekor 6-1.

NIVU telah berhasil membentuk ‘tim nasional’ yang akan berpartisipasi ke Pialai Dunia di Perancis tahun 1938. Pada saat itu ada dua federasi NIVU dan PSSI. Ketua NIVU coba mengajak PSSI bergabung tetapi tidak direspon. Akhirnya ‘tim nasional’ hanya diwakili oleh NIVU ke Perancis. Seleksi dilakukan dengan melakukan pertandingan antar kota di Jawa. Tim nasional yang terbentuk di bawah pelatih Mastenbrok yang komposisinya orang Eropa/Belanda dan pribumi melakukan uji coba terakhir di Medan (sebelum menlanjutkan perjalanan ke Rhein di Perancis. Dalam pertandingan uji kekuatan tim nasional ini Tim Nasional NIVU dikalahkan tim gabungan dari Medan dengan skor 4-1. Tim nasioanl NIVU hanya berdasarkan pemain yang ada di Jawa (tidak ada yang dari Sumatra). Alasannya dalam pembentukan tim nasional karena jarak yang jauh, pemain sulit dipantau.

Dalam perkembangan lebih lanjut di Padang diselenggarakan SWK-stedentournooi (Bataviaasch nieuwsblad, 26-03-1940). Dalam turnamen ini diikuti tiga kesebelasan dengan hasil sebagai berikut: Padang vs Sawahloento (4-2), Sawahloento vs Pajacoembo (1-3), Pajacoembo vs Padang (3-6).

Minangkabauschen Voetbalbond

Pada tahun 1941 terjadi perkembangan baru dan melakukan langkah maju dengan bergabungnya seluruh bond yang ada di West Sumatra yang telah melakukan pertandingan kejuaraan yang disebut Kampioenswedstrijden van den Minangkabauschen Voetbalbond yang dilaksanakan tanggal 11, 13 dan 14 April di Padang (Soerabaijasch handelsblad, 21-04-1941).

Hasil akhir dari kejuaraan antar perserikatan di West Sumatra itu adalah sebagai berikut: Fort de Kock vs Pajacombo (0-1), Sawahloento vs Fort de Kock (4-0) dan Pajacombo vs Sawahloento (1-1). Dengan demikian yang menjadi juara adalah Sawahloento.

Menariknya, Minangkabauschen Voetbalbond ini benar-benat gabungan seluruh potensi sepakbola di West Sumatra tanpa ada sekat antara orang-orang Eropa/Belanda (NIVU) dengan orang-orang pribumi (PSSI) sebagaimana di Jawa. Dengan kata lain tidak ada perbedaan ras dalam sepakbola sebagaimana esensi sepakbola itu sendiri di Eropa. Ini berarti ketika NIVU dan PSSI di Jawa semakin menganga, sebaliknya di West Sumatra, PSSI dan NIVU justru diakomodir keduanya dalam dalam nama Minangkabauschen Voetbalbond. Ini juga menandai sepakbola di Padang kembali lagi ke khittah (era SVM sebelum 1930) bahwa sepakbola itu bersifat universal tanpa membedakan ras dan etnik.

Soerabaijasch handelsblad, 21-04-1941
Nama-nama perserikatan (bond) yang bergabung dalam Minangkabauschen Voetbalbond adalah sebagai berikut: Voetbalbond Padang en Omstreken. Voetbal Bond Kajoetanam. Voetbalbond Padang Pandjang. Voetbal Bond Agam. Voetbal Bond Pajacombo en Omstreken. Batoe Sangkar Voetbal Bond. Ombilin Voetbal Bond (Sawah Loento). Soloksche Voetbal Bond. Pariaman Voetbal Bond. Onderafdeeling Soeliku Voetbal Bond. Kerlntji Voetbal Bond (Soengai Penoeh), Onderdistricts Salimpaoeng Voetbal Bond en Omstreken dan Kwantan Voetbal Bond (Donateur).

Para pengurus Minangkabauschen Voetbalbond juga terlihat mencerminkan beragam asal usul: Eropa/Belanda, Batak, Maluku, Tionghoa, Melayu, Jawa dan tentu saja Minangkabau. Saat ini pengurus terdiri dari Dr. Brouwer, Siregar, Fredricks, Oost, Soeleiman, Pattinama, Bahar, Suleiman, Datoek Madjo Indo, Dr. Rahim Oesman, Zainoeddin dan Sjarif St. Bandaro.

Boleh jadi ide penyatuan sepakbola ini di dalam satu wadah tunggal (pembauran) karena sebelumnya sepakboal di Padang kerap terjadi perbedaan-perbedaan persepsi antar pemain. Seperti pernah dilaporkan Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 28-02-1935 terjadi tawuran antar tentara dan polisi. Ini bermula dari suatu pertandingan antara kesebelasan militer dan walikota berhadapan dengan tim gabungan pribumi. Para pemain militernya terkesan bermain kasar yang kemudian memicu keributan lalu datang polisi melerai. Akan tetapi justru akhirnya yang berkelahi antara tentara dan polisi. Jika mundur ke belakang, hal serupa ini juga pernah terjadi pada tahun 1931 antara kesebelasan militer dari Agam dengan kesebelasan Tionghoa (De Indische courant, 15-06-1931). Di dalam lapangan terjadi benturan keras antara pemain militer dengan kipper Tionghoa yang kemudian muncul keributan. Melihat ini kemudian polisi datang untuk mengamankan namun yang terjadi tentara malah berbalik melawan polisi. Beberapa orang luka ringan dan kasus tersebut akan diselidiki.

Era Kemerdekaan

Sebagaimana diketahui rezim kolonial Belanda berakhir tahun 1941 dengan terjadinya pendudukan Jepang. Namun pendudukan Jepang ini tidak lama berlangsung dan kemudian Indonesia merdeka. Akan tetapi kembali Belanda datang yang munculnya perang kemerdekaan dan berakhir dengan pengakuan kedaulatan RI oleh Belanda pada akhir tahun 1949.

Pada era pendudukan Jepang dinamika sepakbola di Padang dan sekitarnya tidak terinformasikan dengan cukup. Sumber-sumber pemberitaan yang ada juga sangat terbatas. Informasi sepakbola di Padang dan sekitarnya selama perang kemerdekaan juga tidak terinformasikan dengan baik.

Sepakbola di Padang dan sekitarnya bergairah kembali setelah tahun 1950 di bawah payung PSSI.

PSSI sendiri terbentuk pada tahun 1930 di Solo sebagai suatu reaksi terhadap (yang dianggap adanya dominasi) NIVU. PSSI selama era Belanda hanya terbatas melakukan kompetisi di Jawa (boleh jadi karena alas an jarak dan biaya). Klub-klub pribumi sendiri jauh sebelumnya sudah terdeteksi seperti di Medan dan Batavia. Di Medan Tapanoeli VC awalnya berkompetisi dengan bond DVB (dominasi orang Eropa/Belanda) namun pada tahun 1909 keluar karena mulai ada perbedaan-perbedaan diantara ras (Eropa vs pribumi). Kompetisi sepakbola pribumi sendiri kali pertama dilaporkan di Batavia tahun 1905 sebagaimana dilaporkan Bataviaasch nieuwsblad edisi 20-04-1905: ‘Liga sepakbola Pribumi: Kemarin di Waterloepleln dan Place Royale dilakukan pertandingan antara lain sebagai berikut: Pedjambon vs Kampong Norbek, Petjenongen vs Gang Abu, Gang Tiemboel vs Kwitang, Pada pertandingan berikutnya antara antara koridor Solitude dan Kebon Manggis di Meester Cornelis serta Gang Tiemboel vs Pedjambon di Place Royale serta Norbek vs Kwitang di Waterlooplein’. Ketua kompetisi sepakbola pribumi ini adalah Dr. Abdoel Rivai.

Abdoel Hakim Nasoetion

Dr. Abdoel Hakim adalah dokter terkenal di Padang, alumni ELS di Kota Padang Sidempoean (1899) dan alumni docter djawa school di Batavia (1905). Abdoel Hakim yang ‘gibol’ ini tidak hanya mampu menyatukan semua klub yang ada di Padang di dalam satu wadah (SVM) tetapi juga berhasil memupuk prestasi sepakbola (klub) pribumi. Setelah tidak menjabat lagi di kepengurusan sepakbola, Dr. Abdoel Hakim yang menjadi anggota dewan kota (gemeeteraad) Kota Padang pada tahun 1931 diangkat menjadi wakil walikota (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 09-12-1931). Boleh jadi Dr. Abdoel Hakim Nasoetion adalah satu-satunya pribumi yang menjadi (wakil) walikota di Era Belanda.

Satu lagi alumni ELS di Kota Padang Sidempoean (1903) dan alumni docter djawa school/STOVIA di Batavia (1912) bernama Radjamin Nasoetion. Setelah menjadi dokter malah merangkap sebagai pejabat pabean (bea dan cukai) yang berpindah dari satu kota pelabuhan ke keota pelabuhan yang lain, seperti Batavia, Medan, Djambi, Pangkalan Boen, Semarag dan Soerabaja. Ketika berada di Medan, Radjamin Nasoetion mendirikan sarikat sepakbola Deli Voetbal Bond tahun 1924. Di Soerabaja, Radjamin Nasoetion yang kemudian merangkap anggota dewan kota membina sepakbola pribumi dan mendirikan sarikat sepakbola Soerabaja. Pada era Jepang, Radjamin Nasoetion diangkat menjadi wakil walikota Soerabaja dan pada era kemerdekaan RI diangkat menjadi walikota (pertama) Kota Soerabaja.

Pada masa pendudukan Jepang, Dr. Abdoel Hakim Nasoetion pension dari segala aktivitas dan hanya bekerja secara pribadi dengan membuka klinik (dokter praktek) di Padang. Dr. Abdoel Hakim Nasoetion yang sudah tidak muda lagi di era agresi militer Belanda, ketika terjadi kekosongan walikota, pihak Belanda memintanya untuk menjadi walikota. Dr. Abdoel Hakim Nasoetion (yang pernah menjadi wakil walikota Kota Padang sekitar 1931) tampaknya tidak keberatan meski teman-temannya (yang masih muda) pergi mengungsi untuk melakukan perlawanan. Sebagaimana umumnya di kota-kota generasi tua lebih memilih berdiam di kota. Saat situasi dan kondisi inilah Dr. Abdoel Hakim Nasoetion diminta untuk menjadi walikota. Boleh jadi Dr. Abdoel Hakim Nasoetion berpendapat, tidak ada salahnya menjadi walikota karena penduduk di Kota Padang juga adalah warga pribumi yang juga memerlukan seorang pimpinan.

Kota Padang berbeda situasinya dengan Kota Medan dan Kota Soerabaja. Di Kota Medan banyak warga yang pro Belanda daripada republik sehingga apada akhirnya muncul negara boneka Negara Sumatra Timur. Demikian juga di Kota Surabaya muncul Negara Jawa Timur. Adik-adik kelasnya yang lebih muda di Medan dan di Surabaya yang menjadi pimpinan mengungsi dan melakukan perlawanan seperti Dr. Radjamin Nasoetion mengungsi ke luar kota (walikota Surabaja di pengungsian), Dr. Gindo Siregar mengungsi ke luar kota (menjadi gubernur militer RI). Satu hal yang terjadi di Medan, dua adik kelas Dr. Abdoel Hakim Nasoetion di Docter Djawa School/STOVIA, yakni Dr, Mansoer dan Dr, Djabangoen Harahap yang terus berkiprah di bidang kesehatan. Kedua dokter ini sama-sama sekelas di STOVIA. Ketika Belanda meminta Dr. Mansoer menjadi Wali (presiden) Negara Sumatra Timur, Dr. Djabangoen Harahap bereaksi dan bersedia menjadi Ketua Front Nasional (RI). Dua dokter berteman baik ini sejak di STOVIA kini (di era agresi militer Belanda) berseberangan karena perbedaan haluan politik. Di Soerabaja Ketua Front Nasional adalah Doel Arnowo. Namun anehnya, ketika terjadi pengakuan kedaulatan RI (oleh Belanda) setelah KMB di Den Haag, Doel Arnowo ‘merampas’ jabatan walikota dari tangan Dr. Radjamin Nasoetion. Sementara di Medan, Dr. Djabangoen kembali berkiprah sebagai dokter biasa. Uniknya ketika terjadi terjadi proses rekonsiliasi (Negara Sumatra Timur kembali ke NKRI) Dr. Djabangoen Harahap dan Dr. Mansoer sama-sama tidak hadir (menghilang) dan ‘diwakili’ oleh tokoh Medan yang lain. Dari Republik diwakili oleh Mr. GB Josua Batubara (wakil Ketua Front Nasional Medan) dan dari Negara Sumatra Timur diwakili oleh Dr. Mohamad Ildrem Siregar (alumni kedokteran di Belanda). Setelah NKRI terajut kembali, tokoh-tokoh Medan ini tidak tergoda menjadi pejabat: Dr. Djabangoen Harahap kembali buka praktek dokter, Mr. GB Josua Batubara, Ketua Sahata Voetbalclub Medan kembali menjadi guru (pemilik Joshua Instituut), Dr. Mansoer dan Dr. M. Ildrem Siregar dalam perkembangannya diminta Gubernur Sumatra Utara, Abdoel Hakim Harahap untuk bersama-sama membidani lahirnya USU (lalu keduanya menjadi dosen kedokteran di awal pendirian USU). Sedangkan, senior mereka Dr. Abdoel Hakim Nasoetion kembali menjadi warga biasa Kota Padang membuka praktek dokter kembali. Catatan tambahan: Dr, Mansoer adalah ketua pertama Sumatranen Bond di Batavia sejak November 1917 (wakilnya Abdoel Moenir Nasoetion), sementara ketua pertama Sumatranen Bond di Padang (1920) adalah Dr, Abdoel Hakim Nasoetion. Sedangkan ketua pertama Sumantranen Bond di Belanda bulan Januari 1917 (pionir) adalah Mr. Sorip Tagor Harahap (sekretaris Dahlan Abdoellah, bendahara Todoeng Harahap gelar Soetan Goenoeng Moelia, salah satu anggota yang kelak sangat terkenal, Tan Malaka). Itulah roman sejarah Indonesia: ada yang pro dan ada yang kontra, ada yang tulus dan ada yang fulus.


*Dikompilasi oleh Akhir Matua Harahap berdasarkan sumber-sumber tempo doeloe. Sumber utama yang digunakan lebih pada ‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam setiap penulisan artikel tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar