Rabu, 07 Juni 2017

Sejarah Bogor (7): Nama Kampung di Bogor Tempo Doeloe; Gemeente Buitenzorg Terdiri Tiga Desa (Paledang, Bondongan, Pasar)

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bogor dalam blog ini Klik Disini


Pada awal pembagian administratif Regentschappen (Kabupaten) Buitenzorg memiliki lima district (kecamatan), yakni: Buitenzorg, Paroeng, Tjibinong, Jassinga dan Tjibaroessa. Pada tahun 1861 (lihat Statistiek der Assiten Residentie Buitenzorg, 1861) Regentschappen Buitenzorg terdiri dari 62 tanah (landerien) dan 1.030 kampong. Jumlah penduduk sebanyak 341.083 jiwa, tidak termasuk  orang Eropa/Belanda sebanyak 759.

District Buitenzorg terdiri dari 12 landerien dengan jumlah kampong sebanyak 262 buah. Jumlah penduduk sebanyak 78.607 jiwa. Jumlah penduduk yang terbilang banyak (di atas 10.000 jiwa) berada di land Tjiawi, Land Tjidjeroek en Srogol, Land Bloeboer dan Land Tjiomas.    

Pemerintah Kota Buitenzorg

Land Bloebor adalah wilayah awal yang menjadi cikal bakal Kota Buitenzorg. Sebagaimana diketahui VOC Hindia Timur digantikan Pemerintah Hindian Belanda 1799 dimana pemerintah membeli tanah-tanah VOC untuk tempat pemerintahan seperti di Batavia dan Buitenzorg. Pada tahun 1800, Land Bloebor dibeli oleh pemerintah dimana land tersebut dijadikan pusat pemerintahan. Sejak itu Land Bloeboer  dianggap wilayah kekuasaan pemerintah dan nama Bloeboer berganti nama menjadi Buitenzorg.

Dalam pembelian ini tanah tersebut, Daendles memiliki sepersepuluh secara pribadi dalam 54 persil tanah yang terletak di sejumlah tempat. Persoalan kemudian muncul karena kepemilikan pemerintah terhadap ibukota Buitenzorg tidak utuh alias compang-camping serta batas-batas Negara (pemerintah) tidak menentu. Gugatan kemudian diajukan terhadap tanah kepemilikan di dalam kota yang dulu menjadi milik Daendles (lihat Nederlandsche staatscourant, 02-11-1866). Gugatan dilakukan oleh Kejaksaan Agung mewakili pemerintah Hindia Belanda. Pada tahun 1864 gugatan diajukan ke pengadilan di Batavia. Tanah-tanah swasta (partikelir) harus dibebaskan dari dalam kota dan akan dibeli oleh pemerintah.

Pada tahun 1866 sebagaimana dilaporkan surat kabar Nederlandsche staatscourant, 02-11-1866 pengadilan meloloaskan gugatan pemerintah dan dapat membebaskan tanah pertikelir dengan memberikan ganti rugi kepada para pemilik. Dengan demikian deklarasi baru dibuat atas tanah pemerintah di Buitenzorg alias Bloeboer. Disebutkan tanah pemerintah di Buitenzorg dengan struktur baru adalah sebagai berikut:

Di sisi utara berbatasan dengan Land Kedoeng Badak: mulai dari sungai Tjiliwong, jembatan sepanjang sungai Pekantjilan oleh tujuh tiang, bersama dan melalui desa Paledang, tepi kiri sungai Pekantjilan di kompleks Tjiwaringin; di tepi kanan dari Tjikoman, di Paboearan, kampung Tjilandak, untuk tepi kanan sungai Tjidani yang lima belas tiang semuanya disemen. Di sisi selatan, mulai dari sungai Tjiliwong di mulut sungai Tjiboedik, ke arah barat 42 derajat selatan ke sungai Tjiawi, dan bersama mereka ke utara ke mulut sungai Tollok Pinang; lingkup barat 9 derajat selatan, ke sungai Tjiretek, sampai sungai Tjidani, pemisahan dari Land Tjoetak Tjawi. Di sisi timur dikelilingi oleh jalannya sungai Tjiliwong, membuat pemisahan Land Kampong Baru. Di sisi barat ditentukan sungai Tjidani, membuat pemisahan antara Land Tjoetak, Tjireroek, Tjiomas dan Sendang-Barang serta Dermaga.

Dengan demikian ibukota Buitenzorg baru tahun 1866 sepenuhnya dikuasai oleh Negara yang dalam hal ini pemerintah di Buitenzorg (Asisten Residen). Implikasinya atas tanah-tanah yang dugunakan di seluruh ibukota pemerintah dapat menetapkan (pemungutan) pajak dan memiliki hak penuh terhadap pengaturannya. Persil-persil tanah yang diakuisisi oleh pemerintah tersebut diantaranya terdapat di Bandar Petee, Tjotok Bloeboer, Kampong Bodjoeng Neros, Kampong Babakan, Kampung Babakan Paledang.

Berdasarkan struktur baru lahan yang dikuasai Pemerintah Hindia Belanda di distrik Buitenzorg dilakukan proyeksi penerimaan atas tanah-tanah swasta (landerien). Untuk landerien Bloeboer dan landerien Soekasari karena sudah menjadi account pemerintah nilai penerimaan menjadi nol. Nama-nama land di Buitenzorg dan besarnya nilai setoran pajak yang diproyeksikan diterima pemerintah pada tahun 1870 berdasarka data/informasi pada peta lahan 1870 dapat dilihat dalam tabel.

Nama-nama Kampong

Pada laporan tahun 1861 di landerien Bloeboer terdapat sebanyak 23 kampong. Nama-nama kampong tersebut tidak teridentifikasi secara rinci. Sumber data terdekat adalah peta Buitenzorg tahun 1880. Di dalam peta ini yang teridentifikasi adalah nama-nama desa, yakni Tjiwaringin, Pabaton, Tjikema, Tanasareal, Mandairena, Bandongan, Djerokoeda dan Lolongok. Dua landerien adalah Soekasari yang hanya terdiri dari satu desa yakni desa Soekasari dan landerien Bantarpetee juga hanya satu desa yakni desa Banterpetee.

Nama-nama desa yang muncul pada peta 1880 adalah nama-nama kampong yang menjadi nama desa. Sedangkan desa sendiri terdiri dari beberapa kampong. Boleh jadi nama-nama kampong banyak yang menghilang karena sudah tergusur oleh perluasan kota yang mana kota originnya berada di depan istana Butenzorg (pusat pemerintahan). Desa Soekasari dan desa Banterpetee masing-masing awalnya hanya terdiri dari satu kampong. Memang awalnya kedua desa ini hanya terdiri dari masing-masing satu kampong tetapi dalam perkembangannya boleh jadi muncul nama-nama kampong baru di dalam desa.

Pada tahun 1905 kota Buitenzorg dibentuk menjadi kotapraja (gemeente). Luas area gemeente hanya terdiri dari area urban yang selama ini menjadi pusat kota Buitenzorg yang terdiri dari tiga desa plus desa babakan: Paledang, Bondongan, Babakan Pasar dan Babakan (bagian dari Kedoeng Halang, yang kemudian dikenal sebagai babakan Goenoeng Gede, lokasi perumahan baru orang Eropa/Belanda).

Berdasarkan Peta 1900 ibukota (hoofdplaats) Buitenzorg terdiri dari tiga desa, yaitu: desa Paledang, desa Babakan Pasar dan desa Bondongan. Desa-desa ini terdiri dari subdivisi (nama kampong lama dan nama pemukiman baru). Desa Paledang terdiri dari kampong dan area: Kebon Djahe, Djambatan Merah, Mantarena. Kampong Kramat, Gardoe, Tjiwaringin, Gedong Sawah, Pondok Asem dan Istal Gedong Besar. Desa Babakan Pasar: Tjingtjauw, Tengah, Rawa sedek, Poelau pasar, Jalan Roda dan Bong. Desa Bandongan: Kaoem Hilir, Empang, Kaoem Oedik, Kebon Gede, Sindang Rasmi, Kampung Apoe dan Lajong Sari.

Sementara dalam sensus penduduk tahun 1930 nama-nama desa di onderdistrik Buitenzorg (Kota Buitenzorg) adalah sebagai berikut: Bantardjati, Batoetoelis. Bandoengan, Goedang, Pabaton, Panaragan. Pledang, Tadjoer. Tegallega dan Tjipakoe.

Dalam hal ini, pembagian administrasi Hindia Belanda berdasarkan Sensus Penduduk 1930 di (pulau) Jawa terdiri dari tiga wilayah (gewest): West, Midden dan Oost. West Java terdiri dari beberapa afdeeling. Sementara Afdeeling terdiri dari beberapa regenschap, lalu regenschap terdiri dari beberapa distrik dan distrik terdiri dari beberapa onderdistrik. Onderdistrik Buitenzorg, Distrik Buitenzorg, Regenschap Buitenzorg. Afdeeling Buitenzorg adalah Kota Buitenzorg,

Tunggu deskripsi lengkapnya


*Dikompilasi oleh Akhir Matua Harahap berdasarkan sumber-sumber tempo doeloe. Sumber utama yang digunakan lebih pada ‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam setiap penulisan artikel tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.

2 komentar:

  1. Hallo Pak, selamat malam. Terimakasih untuk posting yang sangat informatif, namun saya mau betanya seputar sumber-sumber apa saja yang dipakai dalam postingan ini? Kebetulan sumber ini dapat membantu dalam penyusunan skripsi saya Pak, sekali lagi terimakasih Pak🙏🏻

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sebenarnya sumber sudah disebut di dalam tulisan seperti surat kabar tanggal...

      Hapus