Sabtu, 29 Juli 2017

Sejarah Kota Depok (24): Berita Gempa 1834 dan Dampaknya; Landhuis Tjilangkap, Tjimanggis, Pondok Tjina, Pondok Terong dan Tjinere

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Depok dalam blog ini Klik Disini


Pada tanggal 10 Oktober 1834 terjadi gempa besar yang menghancurkan Istana Buitenzorg. Gempa yang berpusat di Mega Mendoeng, telah menimbulkan beberapa kawah di atas Gunung Gede. Gempa yang sangat dahsyat ini bahkan dirasakan hingga ke Lampoeng (Soematra) di sebelah barat dan Tagal di sebelah timur. Bangunan yang terbuat dari batu hancur, rumah yang terbuat dari kayu dan bambu terjungkal, jalan pos antara Buitenzorg dan Tjiandjoer di sana sisi mengalami keretakan parah yang menimbulkan longsor. Demikian berita resmi dari pemerintah setelah sebulan kejadian sebagaimana dilaporkan surat kabar Javasche courant, 22-11-1834.

Javasche courant, 22-11-1834
Disebutkan Istana Buitenzorg hancur. Bangunan istana ini awalnya didirikan pada tahun 1744 oleh Gubernur Jenderal van Imhoff, lalu ditingkatkan pada tahun 1809 oleh Gubernur Jenderal Daendels, dan dibangun kembali pada tahun 1818, diperbesar dan dipercantik oleh Gubernur Jenderal van der Capellen. Bangunan utama lainnya yang hancur adalah bangunan kantor/rumah Residen Buitenzorg (di sebarang istana), suatu bangunan baru yang didirikan tahun 1821. Bangunan batu pasar (Babakan Pasar, Chinese Kampement) juga runtuh.

Depok dan Sekitar

Di Depok dan sekitarnya juga mengalami dampak yang besar. Bangunan yang terbuat dari batu landhuis Tjilangkap, landhuis Krangan, landhuis Tjimangis dan landhuis Pondok Tjina rusak berat dan runtuh sebagian. Sementara landhuis Tjiliboet, landhuis Pondok Terong, landhuis Sawangan, landhuis Tjineri, landhuis Koeripan (Paroeng) dan lainnya rusak ringan.

Dari laporan resmi kejadian gempa ini terindikasi landhuis Tjilangkap, landhuis Tjimangis, landhuis Pondok Tjina, landhuis Pondok Terong (Tjitajam), landhuis Sawangan dan landhuis Tjineri sudah eksis (established). Tidak ada indikasi ada kerusakan landhuis di land Depok, land Tjilodong dan land Tapos. Mengapa demikian? Karena di tiga land ini belum ada bangunan permanen.

Berita resmi tentang peristiwa gempa yang dimuat surat kabar Javasche courant, 22-11-1834 baru bulan Maret 1935 dilansir oleh sejumlah surat kabar di Eropa seperti Utrechtsche courant, 09-03-1835, Vlissingsche courant, 12-03-1835. Ini juga mengindikasikan bahwa jarak Hindia Belanda (baca: Indonesia) dengan Eropa (Belanda) begitu lama jarak pelayaran, sehingga suatu berita penting baru bisa diketahui di Beland empat bulan kemudian (pelayaran melalui Terusan Suez baru dibuka tahun 1869).

Sejak tahun 1834 di Depok dan sekitar tidak pernah ada lagi suatu bencana besar yang diakibatkan oleh gempa. Gempa besar yang terjadi setelah itu adalah gempa yang diakibatkan meletusnya Gunung Krakatau 26 Agustus 1883. Sementara beberapa tahun sebelumnya terjadi gempa besar yang diakibatkan oleh meletusnya Gunung Tambora tahun 1815. Gempa yang terbilang cukup besar adalah gempa di pantai barat Sumatra tahun 1797 yang disertai munculnya tsunami yang menyapu Padang dan sekitar.

Surat Kabar Tempo Doeloe

Surat kabar Javasche courant adalah surat kabar yang menggantikan surat kabar Java Government Gazette, surat kabar Inggris di Batavia yang terbit perdana 29-02-1812. Sejak hengkangnya Inggris, surat kabar berbahasa Belanda di Batavia yang muncul adalah Bataviasche courant, terbit pertama kali tanggal 20 Agustus 1816 (sehari setelah terbit terakhir Java Government Gazette).

Surat kabar di Batavia adalah Bataviasche koloniale courant. Surat kabar ini terbit pertama kali dengan edisi pertama tanggal 5 Januari 1810. Bataviasche koloniale courant masih terbit hingga tahun 1874.

Jauh sebelumnya Bataviaasche Nouvelles dikabarkan muncul tahun 1744. Penerbitan surat kabar ini baru muncul lagi tahu 1766 (lihat Middelburgsche courant, 01-11-1766). Surat kabar ini kemudian tidak terdeteksi lagi sejak 1800. Setelah beberapa tahun kemudian baru muncul Bataviasche koloniale courant tahun 1810. Bataviaasche Nouvelles yang beroperasi selama 60 tahun masih sempat nongol pada tahun 1820 seperti dilansir surat kabar Leydse courant eedisi 09-04-1821.

Surat kabar tersebut adalah surat kabar yang terus merekam berbagai peristiwa dan melaporkan berbagai hal lainnya di Hindia Timur (VOC), Hindia Belanda (Pemerintah Hindia Belanda) dan East Indies (Inggris). Setelah itu baru muncul surat kabar swasta seperti Algemeen Handelsblad, Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, Bataviaasch handelsblad, Soerabaijasch handelsblad, Sumatra-courant: nieuws- en advertentieblad (1859), De locomotief: Samarangsch handels- en advertentie-blad. Kemudian menyusul Deli Cournat, Sumatra post,  De Preanger-bode dan lain sebagainya.

Surat kabar tersebut dalam hal ini adalah sumber penting dalam penulisan Sejarah Kota Depok. Keutamaan surat kabar dalam hal ini karena surat kabar mengindikasikan tanggal terbit, dan oleh karena itu penyusunan seri waktu dapat disusun secara cermat terhadap sesuatu yang diperhatikan. Hal yang penting, pada waktu yang sama dapat dilakukan perbandingan (komparasi) di antara berbagai tempat di Hindia Belanda. Dengan demikian, Sejarah Kota Depok tidak sendirian, tetapi paralel dengan Sejarah Jakarta, Sejarah Bogor, Sejarah Bandoeng. Dan tentu saja Sejarah Kota Medan, Sejarah Kota Padang dan Sejarah Padang Sidempuan.

Javasche courant, 16-11-1836
Surat kabar Bataviaasche Nouvelles muncul tahun 1744 dan baru terbit secara reguler tahun 1766. Sementara pionir pertama yang membuka lahan di hulu sungai Tjiliwong adalah Cornelis Chastelein (Sringsing, 1791 dan Depok 1796), Ini mengindikasikan bahwa Sejarah Depok dapat ditelusuri sejak awal secara akurat. Sebagai contoh: sejak terjadi gempa 1834, terdapat kerusakan berat pada landhuis Pondok Tjina, dan pada tahun 1836 dapat dibaca pemilik Land Pondok Tjina telah menjual lahannya ke publik (Javasche courant, 16-11-1836).


Oleh karena itu dalam penulisan Sejarah Kota Depok dapat disusun dan ditulis sesuai fakta dan eranya. Ini berarti tidak ada lagi celah untuk membesar-besarkan satu hal dan juga tidak ada celah untuk mengerdilkan hal yang lain. Depok dan sekitarnya sangat beruntung dekat dengan Batavia (pusat informasi pada tempo doeloe) dan karena itu data dan informasi tentang Depok dan sekitar terbilang cukup lengkap. Itulah kegunaan data dan informasi dalam penulisan sejarah yang dilakukan pada masa ini.


*Dikompilasi oleh Akhir Matua Harahap berdasarkan sumber-sumber tempo doeloe. Sumber utama yang digunakan lebih pada ‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam setiap penulisan artikel tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar