Sabtu, 08 Juli 2017

Sejarah Kota Depok (7): Perkampungan Tionghoa (Pecinan) Depok Tempo Doeloe, Bukan di Pondok Cina; Lantas Dimana?

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Depok dalam blog ini Klik Disini


Apakah ada perkampungan Tionghoa (pecinan) di Kota Depok? Itu pertanyaannya. Tidak pernah diceritakan dan juga tidak pernah ditulis. Mungkin ada sebagian yang  menjawab: Ada pecinan di Depok yakni di Landerien Pondok Tjina. Tampaknya itu keliru. Sebab tidak pernah ditulis Pondok Tjina sebagai pecinan (perkampungan Tionghoa). Mungkin ada sebagian menjawab: Ada pecinan di Landerien Depok sendiri. Jika tidak di Land Pondok Tjina dan juga tidak di Land Depok. Lantas dimana? Pertanyaan ini yang ingin dijawab. Mari kita telusuri.

Sebuah mansion di Kampong Lio, Pondok Terong (foto 1930)
Perkampungan Tionghoa (pecinan) adalah suatu area dimana komunitas orang-orang Tionghoa terawal yang pernah ada dan jumlahnya cukup signifikan serta situsnya masih ditemukan hingga ini hari.

Kampung Tionghoa

Dalam Sensus Penduduk (SP) yang dilakukan onderdistrik Depok terdiri dari 32 desa, yakni: Bedji, Blimbing, Bodjonggede, Bodjongsari, Doerenseribu, Grogol, Kalisoeren, Kedoengringin, Kemiri Moeka, Koekoesan, Limo, Mampang Ilir, Mampang Oedik, Nangerang, Nangerangsoesoekaii, Paboearan, Pangkalan Djati, Paroengblingbing, Pasir Poetih, Pitara, Ratoe Djaja, Rawadenok, Saroea, Sasak Pandjang, Sawangan, Tadjoerhalang, Tanahbaroe. Tjimanggies, Tjinangka, Tjinere, Tjipajoeng, Tjitajam dan Tjoeroeg.

Statistik Buitenzorg, 1861
Berdasarkan statistik Residentie (Regentschappen) Buitenzorg tahun 1861 di onder distrik Depok terdapat sebanyak delapan landerien, yakni Роndok Terrong, Ratoe Djaija, Depok, Роndok Тjina, Мampang, Тапа Аgong, Тjinere dan Sawangan. Jumlah penduduk Tionghoa terbanyak ditemukan di landerien Pondok Terong/Ratoe Djaja (93 orang), Tjinere (86 orang) dan Pondok Tjina (74 orang). Di Landerien Depok sendiri hanya ditemukan sebanyak 32 orang.

Kampong Tionghoa di Landerien Depok berada di Kampong Paroeng Blimbing (sekitar Stasion Depok Lama yang sekarang). Kampong Tionghoa di Landerien Pondok Terong/Ratoe Djaja berada di desa Ratoe Djaja. Oleh karena desa Ratoe Djaja terdiri dari beberapa kampong, sesungguhnya di Kampong Ratoe Djaja tidak ditemukan Tionghoa. Hal ini karena Kampong Ratoe Djaja adalah perkampungan orang asli. Orang-orang Tionghoa justru ditemukan di Kampong Lio yang berada di Landerien Pondok Terong. Sedangkan orang-orang Tionghoa yang berada di Landerien Pondok Tjina ditemukan di Kampong Kemiri Moeka.

Secara historis orang-orang Tionghoa pertama terdapat di Kampong Pondok Tjina (yang menjadi asal-usul nama Kampong Pondok Tjina). Orang-orang Tionghoa paling tidak sudah ada sebelum Cornelis Chastelein membuka perkampungan di Landerien Depok. Setelah Landerien Depok berkembang pesat, orang-orang Tionghoa bertempat tinggal di Kampong Kemiri Moeka (timur Landerien Depok) dan Kampong Paroeng Blimbing (selatan Landerien Depok). Lalu kemudian orang-orang Tionghoa menyusul bertempat tinggal di Landerien Pondok Terong.

Setelah sensus penduduk tahun 1930, berdasarkan data-data yang dirilis orang-orang Tionghoa tidak ditemukan lagi di Kampong Kemiri Moeka maupun Kampong Paroeng Blimbing. Sulit mengetahui orang-orang Tionghoa kemana mereka. Namun orang-orang Tionghoa yang berada di Landerien Pondok Terong, tepatnya di Kampong Lio masih ditemukan jumlahnya secara signifikan. Sebaliknya orang-orang Tionghoa semakin sering diberitakan berada di Kampong Pitara (pasar tradisional yang baru).

Pada tahun 1930 Situ Pitara ditutup. Lalu antara Situ Pitara dengan Situ Rawa Besar berkembang pasar tradisional (kini Pasar Dewi Sartika). Jauh sebelumnya, pasar di Landerien Depok berada di Kampong Paroeng Blimbing (di sekitar Stasion Depok Lama yang sekarang) dan Pasar di Landerien Pondok Tjina berada di Kampong Kemiri Moeka. Besar dugaan, orang-orang Tionghoa yang berada di Kampong Kemiri Moeka dan Kampong Paroeng Blimbing telah pindah ke pasar tradisional yang baru (Dewi Sartika yang sekarang).

Staatsblad van Nederlandsch-Indie 1859
Orang-orang Tionghoa yang berada di Kampong Lio di Landerien Pondok Terong di duga berperan penting di pasar Kampong Paboearan (Tjitajam). Antara Kampong Lio dengan pasar hanya dibatasi oleh Situ Tjitajam. Pasar Tjitajam terbilang pasar yang sudah eksis sejak doeloe, paling tidak sudah tercantum dalam Staatsblad van Nederlandsch-Indie No. 81 Tahun 1859. Untuk sekadar catatan: nama Landerien Pondok Terong bergeser menjadi nama baru Landerien Tjitajam. Pasar Tjitajam semakin berkembang sejak tahun 1920 (sejak halte stasion Tjitajam dibuka).

Industri Bata: Kampong Lio di Depok dan Kampong Lio di Pondok Terong

Sejak era VOC, pengusaha dalam industri bata umumnya adalah orang-orang Tionghoa, tidak hanya di Batavia dan Depok tetapi juga di Buitenzorg dan Bandoeng. Nama-nama kampong Lio di wilayah-wilayah tersebut selalu dikaitkan dengan keberadaan pabrik bata (lio) pada masa lampau. Di Kota Depok sekarang, terdapat dua nama kampong Lio yang terkenal di masa doeloe, yakni Kampong Lio di Landerien Depok dan Kampong Lio di Landerien Pondok Terong (Tjitajam).

Tanah yang sesuai untuk pembuatan bata berkualitas tidak mudah didapat. Jika ditemukan tanah yang sesuai, area tersebut juga memiliki kapasitas tertentu. Situasi dan kondisi inilah yang ditemukan di Kampong Lio di Depok dan Kampong Lio di Pondok Terong. Untuk mensuplai bata bagi kebutuhan pembangunan konstruksi di Batavia sebagian didatangkan dari Depok. Sedangkan pabrik bata di Pondok Terong untuk mensuplai kebutuhan bata terutama ke Buitenzorg.

Secara kebetulan industri bata di Depok dan Pondok Terong sama-sama dekat dengan perkampongan orang-orang Tionghoa. Orang-orang yang berada di dalam sentra bata baik di Depok maupun Pondok Terong sama-sama dekat dengan pasar. Di Depok pabrik bata ini dekat dengan Pasar Kemiri Moeka (sekitar Stasion Depok Baru yang sekarang). Setali tiga uang dengan pabrik bata di Pondek Terong cukup dekat dengan pasar Tjitajam (sekitar Stasion Tjitajam yang sekarang).

Perkampungan diduga Tionghoa dekat Situ Tjitajam (Peta 1901
Di dekat pabrik bata di Depok terdapat situ namanya Situ Pitara. Untuk meningkatkan penggunaan air Situ Pitara dibendung agar debit air ke hilir di Tanah Baroe semakin besar. Namun bendungan yang terbuat dari tanah pernah jebol. Luapan air inilah yang diduga memenuhi rawa kecil, eks lio menjadi situ besar yang dikenal sebagai Situ Rawa Besar. Inilah awal perkara munculnya Situ Rawa Besar . Perkampongan yang ditinggal ini kemudian menjadi perkampongan penduduk asli yang datang kemudian. Nama Situ Rawa Besar dan nama Kampong Lio di Landerien Depok masih eksis hingga ini hari. Sementara itu, diduga pabrik bata di Landerien Pondok Terong muncul setelah pabrik bata Depok tidak beroperasi lagi. Pabrik bata Pondok Terong menjadi sentara produksi bata menggantikan sentra Depok. Jika di Depok lokasi lahan yang sesuai terdapat di satu kawasan (tapi luas), sedangkan di Pndok Terong terdapat di dua kawasan di Kampong Lio yang sekarang yakni di sebelah barat dan di sebelah timur perkampongan. Perkampongan Lio di Pondok Terong ini tetap dihuni oleh orang-orang Tionghoa cukup lama (bahkan hingga kini) sebelum penduduk asli merapat ke perkampuangan tersebut. Untuk meningkatkan penggunaan air dan debit air situ kecil yang disebut Situ Tjitajam dibendung. Untuk menampung luapan air situ dibuang melalui kanal menuju lio sebelah timur yang kemudian lio ini menjadi rawa. Aliran dari situ dan buangan ke rawa inilah yang menjadi hulu dari Sungai Krukut yang melintas hingga ke Batavia. Lio yang sebelah barat tetap dijaga kering mungkin dimaksudkan untuk menjaga perkampungan orang-orang Tionghoa tetap eksis.

Perkampungan orang-orang Tionghoa di Land Pondok Terong ini diduga perkampungan orang-orang Tionghoa yang sudah sejak lama (ketika berawal dari industri bata) dan situsnya masih ditemukan hingga ini. Situs pertama yang utama adalah kuburan-kuburan tua orang-orang Tionghoa yang wujudnya besar-besar dan jumlahnya terbilang cukup banyak. Di area asal (origin) Kampong Lio yang sekarang, hingga kini masih ditemukan keturunan-keturunan orang-orang Tionghoa. Lokasi Kampong Lio ini jika dari Stasion Tjitajam ke Hek, sebelah kiri jalan adalah Situ Tjitajam dan sebelah kanan jalan adalah Kampong Lio itu sendiri, suatu kampong yang awalnya perkampungan orang-orang Tionghoa (pecinan) di masa lampau yang kini menjadi bagian dari Kelurahan Pondok Terong.

Taman rumah/mansion Tjitajam di sisi Situ Tjitajam (1930)
Di dekat jalan dari stasion ke Hek di sisi danau dekat Kampong Lio terdapat rumah (mansion) seorang pengusaha Tionghoa. Reruntuhan rumah yang sudah rata dengan tanah ini masih dapat diidentifikasi masa ini. Gambar yang ditanmpilkan di depan adalah penampakan rumah.mansion yang fotonya bertahun 1930. Sedangkan foto bagian pekarangan rumah/mansion pada bagian belakang ditampilkan disamping ini. Rumah/mansion ini tampaknya menghadap ke jalan raya Hek (jalan raya Cipayung yang sekarang) sedangkan pekarangan bagian belakang rumah/mansion menghadap ke Situ Tjitajam (ke arah timur).

Perkampungan orang-orang Tionghoa di Pondok Terong ini besar kemungkinan adalah perkampungan orang-orang Tionghoa (pecinan) yang cukup luas di masa doeloe mulai dari Kampong Lio, sekitar Situ Tjitajam hingga ke Pasar Tjitajam.


*Dikompilasi oleh Akhir Matua Harahap berdasarkan sumber-sumber tempo doeloe. Sumber utama yang digunakan lebih pada ‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam setiap penulisan artikel tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar