Kamis, 23 November 2017

Sejarah Semarang (11): Kereta Api Pertama di Indonesia di Semarang; Interchange Jalan Pos Trans-Java dan Djogjakarta-Semarang

Untuk melihat semua artikel Sejarah Semarang dalam blog ini Klik Disini


Moda transporasi kereta api adalah solusi angkutan massal di Jawa ketika moda transportasi laut mengalami percepatan setelah mulainya beroperasinya Terusan Suez. Pergeseran pelabuhan Semarang dari sungai Semarang ke Moeara Baroe Havenkanaal merupakan salah satu bentuk respon perubahan drastis moda transportasi laut. Di darat, peran jalan pos Trans-Java (sejak Daendles, 1810) mulai kedodoran menghadapi denyut ekonomi internasional (komodi ekspor) dari pedalaman. Dalam situasi dan kondisi inilah ide pembangunan kereta api muncul.

Peta proyeksi pembangunan kereta api di Jawa, 1864
Ide kereta api muncul kali pertama bukan di Batavia tetapi di Semarang. Jalur jalan pos Trans-Java Batavia-Preanger via Buitenzorg dan Preanger-Cheribon via Carang Sambong dianggap masih optimal. Jalur jalan pos Trans-Java Semarang-Soerabaja via Semarang (ke arah timur) hanya dihubungkan dengan jalan ‘arteri’ ke pedalaman (ke arah selatan) di Soerakarta dan Djogjakarta. Perkembangan ekonomi yang pesat di selatan inilah yang menjadi pemicu munculnya ide pembangunan kereta api.  

Inilah alasan utama mengapa ide pembangunan kereta api dimulai di Semarang. Pada masa kini, moda transportasi (bahasa sekarang: infrastruktur) adalah instrumen penting dalam pengembangan ekonomi wilayah. Volume ekspor-import di pelabuhan (baru) Semarang di Moeara Baroe yang terus meningkat dan volume transaksi perdagangan komoditi di arah timur dan arah selatan Semarang memunculkan ide baru pengusaha untuk memperkenalkan alat angkutan massal kereta api. Mari kita telusuri asal-usulnya.

Jalur Kereta Api Ruas Semarang-Tanggoeng

Gagasan pembangunan kereta api sudah muncul pada awal tahun 1840an. Ide ini muncul setelah dianggap di pedalaman Jawa kondusif paling tidak dari aspek keamanan (pasca Perang Jawa). Berdasarkan Surat Keputusan Menteri tanggal 28 Mei 1842 dua perwira teknik ditunjuk untuk melakukan persiapan pembangunan jalur kereta api Semarang-Kedoe dan wilayah-wilayah terkemuka (lihat Journal de La Haye, 23-08-1843). Rencana pembangunan kereta api ini disambut positif para pengusaha di Semarang. Hal ini akan membuat produk dari dan ke Vortenlanden akan lancar, lebih murah ongkos angkut dan produk tidak banyak rusak. Produk-produkn tesebut seperti kapas, bawang, jagung dan sebagainya (Bataviaasch handelsblad, 10-12-1859) Produk dari ke Soeracarta selama ini ada dua jalur: sungai dari Soeracarta melalui rivier Solo ke Gresik, yang hanya bisa dilayari lima bulan dalam setahun; darat melalui pegunungan. Pembangunan kereta api melalui sisi timur dari Semarang ke Soeracarta sangat dimungkinkan karena lebih rendah.

Pembangunan rel kereta api Tandjongdjati, 1864
Ternyata realisasi pembangunan jalur kereta api sebagai yang pertama tidak mudah. Banyak aspek yang dipertimbangkan seperti hasil studi kelayakan teknis, kemauan atau minat para investor dan prospek pendapatan dari unit usaha pengelola kereta api. Gagasan pembangunan kereta api juga muncul di Batavia dan sekitarnya ketika realisasi pembangunan kereta api mengalami hambatan di Semarang dan sekitarnya.  Di ’sGravenhage (kini Den Haag) telah ada rencana konsesi pada tahun 1864 untuk mengeksploitasi jalur kereta api di (pulau) Jawa. Yang mendapat hak konsesi ini adalah JE Banck Cs. Rencana ini sudah dituangkan dalam proposal dan sudah dipetakan. Dalam peta tersebut, jalur kereta api yang akan dibangun termasuk ruas Batavia dan ruas Semarang.  Pada ruas Batawia-Buitenzorg, Stieltjies Cs akan membuka jalur Batavia-Buitenzorg melalui Tjilengsi (tidak melalui Bekasi seperti Banck Cs). Ruas Semarang-Djogjakarta awalnya melalui Goeboek, Poerwadadi, Grasak dan Soekawati terus ke Soerakarta (lihat Peta Proyeksi Pembangunan Kereta Api Jawa, 1864).

Opening van Halte Tanggoeng bij Semarang, 1867-08-10
Pembangunan jalur kereta api pertama lalu dimulai pada ruas Semarang-Tanggoeng (Kedoe) sepanjang 27 Km yang mulai beroperasi pada tanggal 10 Agustus 1867 dengan membangun stasion di Tambaksari. Meski jalur awal ini pendek dan hanya sepanjang 27 Km tetapi telah menyatukan arus komoditi dari timur dan selatan Semarang menuju Pelabuhan Semarang. Adanya stasion Tanggung telah menggeser jalur komoditi dari selatan (Djogjakarta dan Soerakarta) yang selama ini melalui jalur pegunungan yang berat (Salatiga dan Ambarawa) langsung dari Soerakarta menuju Tanggung yang lebih landai.

Namun dalam perkembangannya pembangunan jalur kereta api ruas Batavia-Buitenzorg tidak segera dimulai. Sementara jalur kereta api di wilayah Semarang berlangsung sesuai rencana dan sudah mulai beroperasi pada tahun 1867. Apa yang menyebabkan kelambatan untuk pengoperasian kereta api jalur Batavia-Buitenzorg diduga karena alasan-alasan teknis (berdasarkan studi kelayakan lebih lanjut). Tampaknya jalur kereta api ruas Batavia-Buitenzorg tidak efisien melalui Bekasi dan juga tidak efisien melalui sisi timur sungai Tjiliwong. Pembangunan yang efisien adalah melalui sisi barat sungai Tjiliwong (sebagaimana yang kita lihat sekarang): Batavia-Depok-Buitenzorg. Akhirnya realisasi pembangunan kereta api ruas Batavia-Buitenzorg direalisasikan pada tahun 1869. Pembangunan jalur kereta api Batavia-Buitenzorg ini ditandai dengan pencangkulan pertama yang dilakukan oleh Gubernur Jenderal pada tanggal 25 October 1869. Pembangunan jalur kereta api Batavia-Buitenzorg dibuat dua tahap. Tahap pertama Batavia (kini Jakarta Kota) ke Meester Cornelis (Djatinegara) yang dimulai tahun 1869 (dua tahun setelah Semarang-Tanggoeng).


Stasion Kedongdjati, 1868
Intensitas pembangunan jalur kereta api trans-Tjiliwong Batavia-Buitenzorg mendorong pembangunan kereta api di Semarang semakin diperluas.  Pembangunan jalur kereta api ruas Batavia-Buitenzorg via Depok akhirnya selesai dan mulai beroperasi tanggal 31 Januari 1873 (lihat Bataviaasch handelsblad, 29-01-1873). Lalu kemudian menyusul selesainya pembangunan ruas Tanggoeng-Kedoengdjati-Ambarawa yang  diresmikan pada tanggal 21 Mei 1873. Pembangunan perluasan rel kereta api ke Kedoengdjati dan Ambarawa dimulai tahun 1872 (lihat De locomotief: Samarangsch handels- en advertentie-blad, 06-11-1872).


Fort Willem I Ambarawa, 1880
Moda transposrtasi massal kereta api Semarang-Soerakarta semakin mendekat dan terhubung dengan selesainya ruas Tanggoeng-Kedoengdjati-(Ambarawa). Namun dalam perkembangannya tidak mudah, selain medannya yang semakin sulit (di ketinggian), juga muncul persoalan baru di Semarang. Banjir Kanal Barat di Semarang tidak mampu lagi mengatasi permasalahan banjir di Semarang, lalu muncul gagasan pembangunan Banjir Kanal Timur. Problema anggaran pembangunan yang terbatas dengan banyaknya prioritas pembangunan menyebabkan perluasan jalur kereta api ke selatan Semarang (Vorstenlanden) agak terhambat (tertunda). Realisasi pembangunan jalur kereta api dari Kedongdjati ke Ambarawa dari pada ke Soerakarta karena terjadi booming kopi yang pusat transaksinya di Ambarawa. Ekonomi kopilah yang membelokkan pengembangan jalur kereta api ke Ambarawa. Sebagaimana diketahui, perdagangan (pembelian) kopi oleh pemerintah hasil produksi swasta termasuk perkebunan kopi di Banaran. Memang terdapat garnisun militer yang besar di Ambarawa, namun realisasi pembangunan kereta api ke Ambarawa lebih pada pertimbangan ekonomi (memiliki daya dukung finansial untuk pembangunan kereta api).

Tunggu deskripsi lengkapnya


*Dikompilasi oleh Akhir Matua Harahap berdasarkan sumber-sumber tempo doeloe. Sumber utama yang digunakan lebih pada ‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam setiap penulisan artikel tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar