Selasa, 12 Desember 2017

Sejarah Kota Surabaya (18): Daftar Nama Jalan Tempo Dulu di Surabaya, 1855; Nama Pertama, Bergstraat (Jalan Jembatan Merah)

*Semua artikel Sejarah Kota Surabaya dalam blog ini Klik Disini.


Kota Surabaya pada masa ini memiliki ribuan nama jalan. Tentu saja itu semua bermula dari satu (nama) jalan. Nama jalan yang pertama di Kota Surabaya adalah Bergstraat. Nama jalan Bergstraat ini adalah jalan yang menghubungkan Kantor Resident Soerabaja dan Rumah Bupati Soerabaja. Nama jalan Bergstraat ini teridentifikasi pada surat kabar yang terbit di Surabaya tahun 1855 (lihat De Oostpost: letterkundig, wetenschappelijk en commercieel nieuws- en advertentieblad,          18-07-1855).

Peta Soerabaja, 1830
Bersgstraat disebut yang pertama karena jalan utama yang menghubungkan dua tempat utama: Rumah/Kantor Resident dan Rumah/Kantor Regent. Lokasi jalan ini berada di sisi barat Kali Mas (eks sungai Soerabaja). Bergstraat ini kini menjadi Jalan Jembatan Merah, Jalan Veteran dan Jalan Pahlawan. Dua nama jalan utama lainnya adalah Heerenstrat (kini Jalan Rajawali) dan Chineesche Voorstraat (kini Jalan Karet).

Pemberian (identifikasi) nama jalan muncul seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan kota. Lantas bagaimana proses permulaan penamaan jalan di Surabaya.Apa saja nama-nama jalan tempo doeloe di Kota Surabaya? Nama jalan pada masa lalu identik sebagai pedoman navigasi di dalam kota. Pertanyaan ini tentu saja menarik perhatian pada masa kini: Nama jalan yang sekarang apa namanya pada tempo doeloe. Mari kita telusuri.

Bergstraat, Heereensstraat dan Handelsstraat

Memahami sejarah jalan di suatu kota, seperti Kota Surabaya sudah barang tentu harus dimulai dari cikal bakal kota itu sendiri. Cikal bakal kota Surabaya dimulai dari sebuah kampung yang menjadi tempat Bupati/kraton Soerabaja yakni Kampung Surabaya yang lokasinya kini berada di depan Kantor Gubernur. Perkampung Tionghoa berada di seberang Kampung Surabaya (kini pecinan). Lalu muncul area orang-orang Eropa tidak jauh dari benteng/casteel Soerabaya. Di area orang Eropa ini pada permulaan Pemerintah Hindia Belanda (1820-1830) didirikan Kantor Residen Soerabaja.

Kantor Residen Soerabaja ini menghadap ke Kali Mas (eks sungai Soerabaja).  Dari depan Kantor Residen sudah terdapat jalan pos menuju Simpang melalui Rumah/Kraton Bupati Surabaya. Simpang sendiri adalah pertemuan jalan pos dari Gresik ke Soerabaja dan jalan pos dari Pasoeroean ke Soerabaja. Oleh karenanya jalan pos Trans-Java adalah Gresik, Simpang dan Pasoeroean. Dengan kata lain jalan pos Trans Java berada di luar Soerabaya.

Jalan dalam kota Soerabaya antara Kantor Residen dengan Kantor/Rumah Bupati lalu disebut dengan nama Bergstraat (sisi barat Kali Mas). Mengapa disebut Bergstraat? Diduga karena mengikuti nama jalan yang populer di Amsterdam kala itu. Jalan Bergstraat inilah yang diduga sebagai nama jalan pertama di Surabaya. Jalan yang kedua adalah Heereenstraat. Disebut Heerenstraat diduga menjadi area Eropa orang-orang Eropa/Belanda sejak era VOC. Petinggi-petinggi VOC selalu namanya disebut Heer (lihat Naam-boekje van de wel ed. heeren der hooge Indiasche regeeringe [...] op Batavia [...] zoo als dezelve in wezen zyn bevonden ultimo december 1779). Nama jalan yang ketiga adalah Chineesche Voorstraat.

Kantor Residen mengalami perbaikan (dibangun baru) antara tahun 1830-1850. Pada saat pembangunan baru kantor residen ini juga diintegrasikan dengan pembangunan jembatan Roode Brug (Jembatan Merah). Posisi jembatan ini persis di depan kantor Residen. Jembatan ini menuju perkampungan Tionghoa yang disebut Jalan Chineesche Voorstraat (kini disebut Jalan Karet). Sementara sebelumnya di belakang kantor Residen sudah terbentuk jalan di area orang Eropa yang disebut Jalan Heereenstraat (kini disebut Jalan Rajawali). Ini berari diantara jalan Heereenstraat dan Roode Brug/Chineesche Voorstraat dihalangi oleh bangunan Kantor Residen.Jalan penghubungan antara  Heereenstraat dan Roode Brug/Chineesche Voorstraat dibuat jalan memutar samping kanan Kantor Residen. Jalan melengkung ini kelak disebut Jalan Paradestraat.     

Tiga jalan terawal di Kota Soerabaja ini (dengan pusat Kantor Residen) menandai simpul tiga arah: barat di Jalan Bergstraat (perkampungan asli/kraton Bupati); utara di Jalan Heerenstraat (area Eropa/Belanda) dan selatan di Chineesche Voorstraat  (perkampungan Tionghoa). Dari tiga jalan utama ini kemudian berkembang jalan-jalan yang lain.

Pada peta tahun 1855 beberapa nama-nama jalan di Soerabaja sudah dilaporkan, yakni: Schoolstraat, Boomdwarstraat, Oudeschoolstraat, Roomsche kerkstraat, Embdenstraat, Soecieteit atau Berg straat, Willemkadestraat, Heerenstraat, Overvartstraat, Regentstraat dan Grissekweg, Simpangscheweg dan lainnya. Sedang nama-nama situs penting diantaranya adalah Willemsplein dan Societeit (lihat De Oostpost: letterkundig, wetenschappelijk en commercieel nieuws- en advertentieblad, 18-07-1855).

Dari informasi surat kabar Oostpost tahun 1855 ini, jalan Bergstraat tampaknya telah dibagi menjadi dua ruas jalan: Bergstraat dan Willemkadestraat (kini Jalan Jembatan Merah). Ujung jalan Bergstraat adalah Jalan Regentstraat (kini Jalan Kebon Royo). Nama Bergstraat juga sudah muncul nama pengganti yakni Societeitstraat (kini Jalan Veteran). Sementara jalan Heereenstrat ujung menjadi Grissekweg. Munculnya Grissekweg ini mengindikasikan jalan pos Trans-Java telah bergeser dari Simpang ke tengah kota (Hereenstraat-Bergstraat). Sedangkan jalan antara Regentstraat dengan Simpang disebut Simpangscheweg. Sementara itu, lapangan disamping Kantor Residen dengan jalan melengkung antara Heerenstraat dan Roode Brug disebut Willemplein (Lapangan Willem).

Jalan Pos Trans-Java (Peta Soerabaja, 1867)
Willem adalah nama raja Belanda saat itu (Willem III). Sementara Societeit adalah suatu perkumpulan sosial orang-orang Eropa di Soerabaja. Societeit pertama di Soerabaja adalah Societeit Concordia (nama klub sosial militer yang juga terdapat di Batavia dan Bandoeng). Alamat Societeit Concordia ini berada di Bergstraat (nama yang akan menggantikan nama lama jalan ini). Sedangkan Oostpost adalah surat kabar berbahasa Belanda yang terbit di Soerabaja, terbit pertama kali pada tahun 1853 (lihat artikel lainnya). Jalan Pos Trans-Java adalah jalan utama di seluruh wilayah Jawa mulai dari Anjer (Bantam) hingga Panoeroekan/Banjoewangi. Jaln pos (Grotee post weg) ini dirintis pada era Daendels, 1810). Pada Peta 1867 jalan pos ini terlihat telah bergeser dari Gresik ke Simpang menjadi Greesik ke Soerbaja (melalui Heereenstraat, Bergstraat dan Regentstraat dan Simpangsch weg).

Nama-nama Jalan di Soerabaja, 1867
Jumlah nama jalan di Kota Soerabaja semakin banyak. Pada peta Kota Soerabaja tahun 1867 teridentifikasi sebanyak 55 nama jalan. Dari nama jalan yang ada, selain nama jalan yang lama muncul sejumlah nama jalan yang baru. Nama-nama jalan yang bertambah tidak hanya di area Eropa tetapi juga di perkampungan asli dan perkampung Tionghoa. Nama Bergstraat masih ada, beberapa nama jalan telah berubah. Nama jalan baru yang muncul adalah Handels straat (terusan Roode Brug). Nama jalan melengkung di Willemplein disebut dengan nama Paradestraat. Nama jalan lainnya mengindikasikan perkampungan orang Melayu (Malaische voorstraat).

Pada peta Kota Soerabaja tahun 1880 nama-nama jalan yang ada tidak banyak berubah. Nama jalan Societeit telah menggantikan nama jalan Bergstraat. Nama jalan Handelstraat semakin besar, hal ini sehubungan dengan pembangunan jembatan di ujung jalan Handelstraat (Jembatan Tjiantian) di atas sungai Pengierikan. Jalan Handelsstraat ini kemudian disebut Jalan Kembang Jepoon (kini Jalan Kembang Jepun). 

Wilayah kota yang terus berkembang, jumlah jalan baru semakin bertambah. Nama-nama jalan baru terus bertambah. Beberapa nama jalan yang baru berdasarkan Peta Soerabaja 1905 adalah munculnya nama Tjiantien (terusan Handelstrast seberang Jembatan Tjiantien). Terusna jalan Bergstraat/Societeit straat yang dulu disebut Simpangweg telah diberi nama Jalan Aloon-Aloon (setelah Regentstraat). Dengan demikian, jalan pertama di Soerabaja, Bergstraat telah menjadi tiga ruas: Willemkadestraat (kini Jalan Jembatan Merah); Socoeteitstraat (kini Jalan Veteran); dan Aloon-Aloon straat (kini Jalan Pahlawan).
.
Daftar Nama-Nama Jalan di Surabaya Tempo Doeloe

Hingga berakhirnya era kolonial Belanda, jumlah nama jalan di Soerabaja sudah mencapai 516 buah nama jalan. Jumlah ini telah bertambah lebih dari 500 nama jalan sejak tahun 1840an. Tiga nama jalan yang utama sejak awal Berg/Societeit straat, Heereen Straat dan Chinese voorstraat (plus Handelstraat) telah eksis selama satu abad. Pada pasca pengakuan kedaulatan RI (1950) nama-nama jalan utama ini telah diubah.  Berg/Societeit straat diubah menjadi Jalan Veteran, Heereen Straat menjadi Jalan Rajawali; dan Chinese voorstraat menjadi Jalan Karet. Sedangkan Jalan Handelstraat yang sering dipertukarkan dengan Jalan Kembang Jepoon tetap dipertahankan sebagai Jalan Kembang Jepun (De vrije pers : ochtendbulletin, 25-03-1950).

Daftar Nama Jalan di Soerabaja (1940)
Secara umum nama-nama jalan di Kota Soerabaja hingga berakhirnya era kolonial dibagi ke dalam beberapa kelompok: Nama Belanda (kota, figur kerajaan, pahlawan); nama Tionghoa (kawasan, Asia Timur, tokoh); nama lokal (tempat atau geografis, bunga, pohon). Nama-nama berbau Belandan dan Tionghoa telah diganti semua. Sedangkan nama-nama berbau lokal sebagian diterjemahkan dan sebagian yang lain tetap seperti biasa. Perubahan nama juga didasarkan atas pertimbangan strategis misalnya jalan Societeit menjadi Jalan Veteran dan Aloon-Aloon straat menjadi Jalan Pahlawan. Kedua nama jalan ini di satukan dengan nama Jalan Jembatan Merah (menggantikan Willemkadestraat). Regentstraat menjadi Jalan Kebon Rojo.

De vrije pers : ochtendbulletin, 25-03-1950
Sehubungan dengan perubahan nama-nama tersebut nama-nama Indonesia yang ada telah dipertahankan, 'dengan pemahaman bahwa akhiran' weg, straat, laan dan steeg (gang) diubah menjadi djalan, boulevard diubah menjadi djalan raja, park jadi taman, plantsoen jadi halaman dan plein (persegi) menjadi lapangan, Dalam penamaan baru nama jalan di Soerabaja ini, di wilayah Sawahan nama-nama jalan diberi berdasarkan nama-nama gunung. Di wilayah Udjung diberi nama yang terkait lautan, di wilayaj Pesapen terkait dengan kapal; di wilayah Kebalen nama-nama jalan berdasarkan nama-nama negara bagian di Semenanjung; di wilayaj Jembatan Merah terkait dengan nama-nama burung, seperti Heerenstraat menjadi Jalan Radjawali; di wilayah Kembangan demgan nama-nama rempah; di Patjarkoening dengan nama-nama candi. Di Kembang Koening dengan nama-nama tokoh seperti Mangkoenegoro dan Chairil Anwar; di wilayah Darmo dengan nama-nama pahlawan nasional seperti Dr. Soetomo, MH Thamrin dan WR Supratman.

Dr. Soetomo adalah sahabat dekat Dr. Radjamin Nasution sejak di bangku kuliah di STOVIA di Batavia.. Saat Dr. Soetomo meninggal tahun 1938 ketika pemberangkatan ke pemakaman, Dr. Radjamin Naqsution yang berpidato atas nama keluarga almarhum. Dr. Radjamin Nasution adalah anggota dewan kota (gemeenteraad) Soerabaja sejak tahun 1931. Pada tahun ini atas saran Parada Harahap (pengurus PPPKI) Dr. Soetomo dan Dr. Radjamin Nasution mendirikan Partai Bangsa Indonesia (PBI). Pada tahun 1935 PBI merangkul Boedi Oetomo menjadi partai yang lebih besar dengan nama partai baru Partai Rakyat Indonesia (Parindra) yang tetap berkantor pusat di Soerabaja. Tokoh Parindra selain Dr. Soetomo dan Dr. Radjamin adalah MH Thamrin dan Dahlan Abdoellah. Pada saat pendudukan Jepang Dr. Radjamin Nasution didaulat menjadi Wali Kota Soerabaja dan Dahlan Abdoellah sebagai Wali Kota Batavia/Djakarta. Hanya ada dua kota di era pendudukan Jepang yang berstatus kota dan dikepalai oleh wali kota (Batavia dan Soerabaja). Sementara pada era kolonial Belanda hanya ada du kota dimana wakil wali kota (burgemeester) yang dijabat oleh pribumi, yakni Wakil Wali Kota Batavia MH Thamrin (1930) dan Wakil Wali Kota Padang Dr. Abdoel Hakim Nasution (1931-1942). MH Thamrin besan Dr. Abdoel Hakim Nasution. Sementara itu, WR Supratman adalah editor Parada Harahap di kantor berita Alpena (kantor berita pribumi pertama didirikan oleh Parada Harahap tahun 1925). Kuburan Dr. Radjamin Nasution dan WR Supratman saling berdekatan.

Kabar berita bahwa Jepang telah memulai invasi ke Asia Tenggara diketahui di Soerabaja bermula dari surat anak Radjamin Nasution. Pada saat serangan pertama Jepang, Radjamin Nasution, anggota Volksraad (dari Parindra)  yang tengah ‘pulang kampung’ di Surabaya tiba-tiba mendapat surat dari anak perempuannya, seorang dokter yang bersuamikan dokter yang sama-sama berdinas di Tarempa, Tandjong Pinang, Kepulauan Riau. Surat ini ditujukan kepada khalayak dan cepat beredar, karena termasuk berita penting masa itu. Surat kabar Soeara Oemoem yang terbit di Surabaya mempublikasikan isi surat keluarga (anak kepada ayahnya) tersebut menjadi milik publik sebagaimana dikutip oleh koran De Indische Courant tanggal 08-01-1942. Berikut isi surat tersebut.

Tandjong Pinang, 22-12-194l.

Dear all. Sama seperti Anda telah mendengar di radio Tarempa dibom. Kami masih hidup dan untuk ini kita harus berterima kasih kepada Tuhan. Anda tidak menyadari apa yang telah kami alami. Ini mengerikan, enam hari kami tinggal di dalam lubang. Kami tidak lagi tinggal di Tarempa tapi di gunung. Dan apa yang harus kami makan kadang-kadang hanya ubi. Tewas dan terluka tidak terhitung. Rumah kami dibom dua kali dan rusak parah. Apa yang bisa kami amankan, telah kami bawa ke gunung. Ini hanya beberapa pakaian. Apa yang telah kami menabung berjuang dalam waktu empat tahun, dalam waktu setengah jam hilang. Tapi aku tidak berduka, ketika kami menyadari masih hidup.

Hari Kamis, tempat kami dievakuasi….cepat-cepat aku mengepak koper dengan beberapa pakaian. Kami tidak diperbolehkan untuk mengambil banyak. Perjalanan menyusuri harus dilakukan dengan cepat. Kami hanya diberi waktu lima menit, takut Jepang datang kembali. Mereka datang setiap hari. Pukul 4 sore kami berlari ke pit controller, karena pesawat Jepang bisa kembali setiap saat. Aku tidak melihat, tapi terus berlari. Saya hanya bisa melihat bahwa tidak ada yang tersisa di Tarempa.

Kami mendengar dentuman. Jika pesawat datang, kami merangkak. Semuanya harus dilakukan dengan cepat. Kami meninggalkan tempat kejadian dengan menggunakan sampan. Butuh waktu satu jam. Aku sama sekali tidak mabuk laut….. Di Tanjong Pinang akibatnya saya menjadi sangat gugup, apalagi saya punya anak kecil. Dia tidak cukup susu dari saya…Saya mendapat telegram Kamis 14 Desember supaya menuju Tapanoeli…Saya memiliki Kakek dan bibi di sana…Sejauh ini, saya berharap kita bisa bertemu….Selamat bertemu. Ini mengerikan di sini. Semoga saya bisa melihat Anda lagi segera.

Surat kabar Soeara Oemoem adalah organ Partai Bangsa Indonesia dan kemudian Partai Rakayat Indonesia (Parindra). Surat kabar Soeara Oemoem awalnya adalah surat kabar Bintang Timoer edisi Soerabaja (Oost Java) milik Parada Harahap. Edisi Jawa Timur (bersamaan dengan edisi Jawa Tengah) dimaksudkan untuk menyebarluaskan luaskan kiprah organisasi PPPKI (ketua MH Thamrin dan sekretaris Parada Harahap) yang baru saja (1928) berhasil mengorganisir Kongres PPPKI (senior) dan Kongres Pemuda (junior).

Dua pemuda paling radikal melawan Belanda
Parada Harahap bukanlah orang biasa. Parada Harahap lahir 1899 hanya lulusan sekolah dasar di Padang Sidempoean. Pada usia 15 tahun merantau ke Deli dan menjadi krani (juru tulis) di perkebunan seorang Eropa/Jerman. Pada tahun 1917 mengirim laporan yang dibuatnya sendiri dan mengirim ke redaksi surat kabar yang terbit di Medan. Laporan itu tentang kekejaman para pengusaha perkebunan kepada para kuli asal Jawa (kasus poenali sanctie). Beberapa waktu kemudian laporan itu disarikan redaksi ke dalam berbagai tulisan dan beberapa edisi pada bulan Juni 1918. Berita surat kabar Medan ini kemudian dilansir surat kabar yang terbit di Jawa (surat kabar Soeara Djawa). Berita kasus poenali sanctie ini menjadi heboh. Atas peristiwa besar tersebut, surat kabar Medan tersebut dibreidel dan Parada Harahap sebagai sumber berita dipecat dari posisinya sebagai krani. Parada Harahap pulang kampung di Padang Sidempoean. Pada tahun 1919 Parada Harahap mendirikan surat kabar di Padang Sidempoean yang diberi nama Sinar Merdeka (suatu nama yang membuah Belanda gerah). Selama dua tahun lebih di Padang Sidempoean belasan kali Parada Harahp terkenal delik pers dan beberapa kali harus di bui. Pada tahun 1919 dan 1921 Parada Harahap mewakili pemuda Tapanoeli pada kongres Sumatranen Bond di Padang. Saat kongres pertama inilah Parada Harahap bertemu seorang pemuda yang masih muda, sekolah MULO (setingkat SMP) bernama Mohamad Hatta yang juga berpatisipasi dalam kongres. Pada kongres kedua juga mereka berpartisipasi. Pasca kongres kedua Sumatranen Bond (1921) Mohamad Hatta melanjutkan studi ke Belaada, Parada Harahap hijrah ke Batavia (karena surat kabarnya Sinar Merdeka dibreidel). Parada Harahap di Batavia pada tahun 1923 mendirikan surat kabar Bintang Hindia. Pada tahun 1925 Parada Harahap mendirikan kantor berita pribum pertama yang diberi nama Alpena. Sebagai editor Parada Harahap merekrut WR Supratman dari Bandoeng. Pada tahun1926 Parada Harahap mendirikan surat kabar yang lebih radikal yang diberi nama Bintang Timoer di Batavia. Ir. Soekarno yang baru lulus di THS Bandoeng kerap mengirim tulisan ke Bintang Timoer. Dari sinilah perkawanan Parada  Harahap dengan Soekarno terbentuk Sementara Parada Harahap sudah sejak lama kenal dengan Mohamad Hatta. Pada tahun 1927, Parada Harahap yang sudah menjadi pengusaha (ketua Kadin pribumi Batavia), pemilik beberapa medaa dan percetakan dan tetap menjadi editor surat kabarnya, Parada Harahap menggagas dibentuknya sebuah sarikat dari semua oraganisi kebangsaaan yang disebut PPPKI (ketua ditunjuk MH Thmarin dan Parada Harahap sebagai sekretaris dan kepala kantor). Saat itu, Parada Harahap juga merangkap sebagai sekretaris Sumatranen Bond. Agenda pertama PPPKI adaalah melaksanakan kongres PPPKI (senior) bulan September 1928 dan Kongres Pemoeda pada bulan Oktober 1828, Parada Harahap menujuk ketua panitia kongres PPPKI Dr. Soetomo, Untuk pemain kunci di panitia Kongres Pemoeda, Parada Harahap meminta dua anak buahnya di Jong Sumatranen Bond (Mohamad Jamin dan Amir Sjarifoedin Harahap yang masih duduk tingkat dua dan tingkat satu di sekolah hukum Rechthoogeschool). Parada Harahap, 28 tahun yang dianggap senior dalam politik praktis di antara kalangan pemuda, boleh dikatakan sebagai penghubung (hub) antara golongan senior (seperti MH Thamrin dan Mr. Abdoel Firman Siregar gelar Managaradja Soangkoepon yang keduanya adalah anggota Volksraad, serta Dr. Soetomo dan Dr. Radjamin Nasoetion) dan golongan pemuda. Parada Harahap adalah orang yang aktif di belakang terhubungnya empat pemuda revolusioner (Mohamad Hatta, Soekarno, Mohamad Jamin dan Amir Sjarifoedin). Saat itu Soetan Sjahrir masih duduk SMA di Bandoeng. Diantara nama-nama tersebut hanya Parada Harahap dan Soekarno yang tidak punya 'hutang' kepada Belanda (karena itu seumur-umur keduanya tidak pernah cooperative dengan Belanda; tetapi tidak dengan Jepang)..    

Ketika, Ir. Soekarno ditangkap pertengahan tahun 1933, Parada Harahap marah besar dan lalu memimpin tujuh orang revolusioner ke Jepang pada November 1933 (termasuk di dalamnya Mohammad Hatta yang baru selesai studi di Belanda dan sudah kembali ke tanah air).

Pahlawan Kota Soerabaja
Setelah pulang Parada Harahap dan kawan-kawan dari Jepang tudak langsung ke Batavia tetapi singgah di Soerabaja pada tanggal 13 Januari 1934. Ini dimaksudkan untuk melihat situasi dan kondisi karena takut ditangkap. Pilihan singgah di Soerabaja karena lebih aman, selain pelabuhan Tandjong Perak sebagai basis kapal-kapal Jepang juga karena ketua Sarikat Pekerja pelabuhan Tanjong Perak adalah Dr. Radjamin Nasution (Dr. Radjamin Nasution adalah pejabat kesehatan di Kanto Bea dan Cukai di Soerabaja) dan juga karena keberadaan Dr. Soetomo sebagai Kepala Rumah Sakit Soerabaja. Tanggal 13 Januari ini juga merupakan tanggal pemberangkatan Ir. Soekarno dari Batavia diasingkan ke Flores. Setelah Parada Harahap dan kawan-kawan kembali ke Batavia mereka ditangkap. Parada Harahap dan kawan-kawan lolos di pengadilan karena tidak terbukti setelah Konsulat Jepang memberikan kesaksian. Namun Mohammad Hatta masih dijerat dengan pasal lain yang menyebabkan Mohammad Hatta juga diasingkan (ke Digoel). Pada tahun 1938 Parada Harahap, MH Thamrin dan Radjamin Nasution meminta keringan hukuman bagi Soekarno dan Mohammad Hatta. Akhirnya dikabulkan dan tempat pengasingan dipindahkan: Soekarno dipindahkan ke Bengkoelen dan Mohammad Hatta ke Banda. Skenario para tokoh inilah yang boleh dikata mengapa Jepang mulus menaklukkan Belanda di Indonesia. Pada saat pendudukan Jepang tokoh-tokoh inilah yang menjadi berkolaborasi dengan Jepang. Soekarno dan Mohamamd Hatta menjadi Ketua dan Wakil Dewan Indonesia di dalam Pemerintahan Militer Jepang; Radjamin Nasution dan Dahlan Abdoellah menjadi walikota (hanya ada dua wali kota di era pendudukan Jepang: di Batavia dan Soerabaja). Parada Harahap sendiri menjadi Ketua Koordinasi media (radio, surat kabar dan lembaga kebudayaan). Sementara satu ‘anak didik’ Parada Harahap bernama Amir Sjarifoeddin Harahap menolak kerjasama dengan Jepang dan melakukan perlawanan di Soerabaja dan Jawa Timur dan akhirnya dapat ditangkap lalu dipenjara di Malang. Hukuman bagi Amir Sjarifoeddin adalah hukuman mati, tetapi Soekarno dan Parada Harahap meminta keringanan dan akhirnya hanya hukuman sumur hidup dan tetap dibui di Malang. Pada saat kemerdekaan (pasca Proklamasi RI) Ir. Soekarno dan Mohammad Hatta menjadi Presiden dan Wakil Presiden. Amir Sjarifoeddin Harahap yang masih dipenjara dijemput ke Malang tetapi sulit, tetapi sekali-lagi karena pengaruh Soekarno dan Parada Harahap dapat dibebaskan. Jabatan yang diberikan kepada Amir Sjarifoeddin adalah Menteri Informasi. Ini dimaksudkan untuk mengeliminasi agar positioning Soekarno dan Mohammad Hatta kuat dimata pasukan sekutu/Inggris yang tengah melakukan pembebasan interniran Belanda/Eropa dan pelucutan militer Jepang. Amir Sjarifoeddin yang anti Jepang menjadi strategi RI untuk menghilangkan kekhawatiran pihak sekutu/Inggris yang sedang bertugas. Sebab pihak sekutu/Inggris masih merasa was-was Sokarno dan Mohamamd Hatta bermain mata dengan Jepang. Parada Harahap yang anti Belanda dalam hal ini ikut membantu Amir Sjarifoeddin sebagai Kepala Biro Informasi Kementerian Informasi. Parada Harahap dalam hal ini adalah aktor penting: Parada Harahap adalah mentor politik praktis tiga founding father RI sejak 1927 (pendiri dan sekretaris PPPKI): Soekarno, Mohammmad Hatta dan Amir Sjarifoeddin. Catatan: PPPKI adalah supra organisasi kebangsaan, organisasi nasional yang menghimpun semua organisasi kedaeran yang disebut Permoefakatan Perhimpoenan-Perhimpoenan Kebangsaan Indonesia (disingkat PPPKI) yang berkantor di Gang Kenari (kini masih eksis sebagai Gedung Thamrin). Di kantor ini, Parada Harahap sebagai kepala kantor hanya memajang tiga foto di dinding yakni Diponegoro, Soekarno dan Mohammad Hatta. Tugas besar pertama PPPKI adalah pada tahun 1928 menyelenggarakan Kongres PPPKI (senior) dan Kongres Pemuda (junior). Parada Harahap mengangkat Dr. Soetomo sebagai Ketua Panitia Kongres PPPKI dan Panitia Kongres Pemuda dari mahasiswa-mahasiswa Rechts Hoogeschool: Soegondo (ketua); Mohammad Jamin (sekretaris); Amir Sjarifoeddin (bendahara). Mohammad Jamin dan Amir Sjarifoeddin adalah anak buah Parada Harahap. MH Thamrin dan Parada Harahap saat itu adalah pengusaha di Batavia, dimana Parada Harahap saat itu adalah Ketua Pengusaha Pribumi di Batavia (semacam Kadin masa ini). Pengusaha Batavia inilah yang menyokong pendanaan dua kongres tersebut dan corongnya adalah surat kabar Bintang Timoer milik Parada Harahap (yang juga dibuat edisi Semarang/Midden Java dan edisi Soerabaja/Oost Java (cikal bakal Soeara Oemoem). Parada Harahap meminta Soekarno dan Mohammad Hatta berpidati di Kongres PPPKI. Soekarno bersedia datang dari Bandoeng, sementara Mohammad Hatta tidak bisa hadir karena kesibukan di Belanda tetapi mengutus Ali Sastroamidjojo. Pada saat Kongres Pemuda ini lagu nasional Indonesia Raja diperdengarkan karya WR Supratman. Untuk sekadar diketahui WR Supratman adalah anak buah Parada Harahap sejak tahun 1925, ketika Parada Harahap mendirikan kantor berita pribumi Alpena, WR Supratman yang tinggal di Bandoeng diajak Parada Harahap dan ditugaskan sebagai editor Alpena (WR Supratman tinggal bersama di pavilium rumah Parada Harahap. Ketika WR Supratman meninggal di Soerabaja, Parada Harahap yang memberangkatkan ke pemakaman (sebagaimana Radjamin Nasution memberangkatkan DR. Soetomo ke pemakaman). Inilah alasan, ketika Radjamin Nasution (mantan wali kota Soerabaja di pengungsin di era perang kemerdekaan) meninggal dunia, negara mengusulkan Radjamin Nasution dimakamkan ke Makam Pahlawan Kota Soerabaja, tetapi keluarga menolak dan dimakamkan di pekuburan dimana WR Supratman dimakamkan (boleh jadi ini wasiat dari Radjamin Nasution). Peran lain yang juga penting dari Radjamin Nasution adalah ketika pembentukan PPPKI di rumah Prof. Husein Djajadiningrat (dosen Soegondo, Mohamamd Jamin dan Amir Sjarifoeddin), Parada Harahap meminta Dr. Soetomo bergabung mewakili Boedi Oetomo (yang enggan bergabung karena merasa sudah nyaman). Selanjutnya, pada tahun 1929 jelang kongres PPPKI di Solo Soekarno memohon kepada Boedi Oetomo untuk ikut total bergabung dengan perjuangan nasional. Ajakan ini disempurnakan oleh Dr. Soetomo dan Dr. Radjamin Nasution ketika membesarkan PBI. Lalu PBI berkolaborasi dengan Boedi Oetomo dan lalu PBI berubah menjadi Parindra (Partai Rakyat Indonesia).      

Salah satu nama lokal yang tetap dipertahankan di Soerabaja adalah Jalan Kaliasin. Di daerah inilah kali pertama angkatan udara Jepang menjatuhkan bom di Kota Surabaya (lihat Soerabaijasch handelsblad, 04-02-1942). Disebutkan dalam serangan pertama di Kali Asin ini terdapat 14 tewas (empat orang Eropa/Belanda) dan sebanyak 51 orang terluka. Salah satu warga yang tinggal di Jalan Kali Asin merasakan dahsyatnya bom tersebut. Warga tersebut bernama Ismail Harahap, kelahiran Padang Sidempoean. Anak muda ini baru lulus sekolah Apoteker di Batavia tahun 1940 (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 12-08-1940) dan ditempatkan di Soerabaja pada tahun 1941. Setahun kemudian Juli 1942 Ismail Harahap menikah dengan seorang wanita cantik berdarah Prancis. Anak mereka lahir 25 Mei 1943 yang diberi nama Andalas Harahap gelar Datoe Oloan. Anak pertama Ismail Harahap ini kelak dikenal sebagai pionir musik rock terkenal: UCOK AKA (singkatan Apotik Kaliasin).


*Dikompilasi oleh Akhir Matua Harahap berdasarkan sumber-sumber tempo doeloe. Sumber utama yang digunakan lebih pada ‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam setiap penulisan artikel tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar