Rabu, 31 Januari 2018

Sejarah Jakarta (19): 'Gerhana Bulan Total' 31 Maret 1866 Tempo Dulu Tidak Seheboh 'Super Blue Blood Moon' 31 Januari 2018

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Jakarta dalam blog ini Klik Disini


Baru saja kita melewati peristiwa alam yang spektakuler, gerhana bulan total yang istimewa yang disebut  Super Blue Blood Moon tepatnya tanggal 31 Januari 2018 yang dimulai pukul 20.00 WIB. Gerhana bulan total ini disebut istimewa karena hanya terjadi sekali dalam 150 tahun. Berita-berita resmi (seperti LAPAN) menginformasikan bahwa peristiwa Super Blue Blood Moon ini terjadi pada tanggal 31 Maret 1866.

Gerhana bulan total istimewa (three lunar events collide)
Gerhana bulan total terjadi saat matahari, bumi, dan bulan berada pada satu garis lurus. Peristiwa ini sedikitnya terjadi dua kali dalam satu tahun. Gerhana bulan istimewa ini tidak hanya gerhana total (total lunar eclips) tetapi juga terjadi fullmoon (a blue moon) dan supermoon. Pada hari ini fullmoon, supermoon, dan eclips terjadi secara bersama-sama (three lunar events collide). Inilah yang disebut Super Blue Blood Moon yang hanya terjadi berulang setiap 150 tahun.

Berita-berita Super Blue Blood Moon yang sekarang begitu heboh. Setiap orang tampaknya mengetahui akan terjadinya peristiwa. Ini terbantu karena setiap orang di ear IT ini sudah terhubung satu sama lain (era zaman now) sehingga informasi dari titik manapun di dunia ini menyebar dan beredar ke semua penjuru secara cepat dan masif. Lantas bagaimana, fenomena alam yang sama ini di masa tempo doeloe. Sebagaimana diyakini Super Blue Blood Moon terjadi pada tanggal 31 Maret 1866. Apakah berita Super Blue Blood Moon kala itu seheboh sekarang? Mari kita lacak!

Gerhana Bulan Total  31 Maret 1866

Berita gerhana bulan total (totale maansverduistering) yang akan terjadi pada tanggal 31 Maret 1866 hanyalah sepotong berita kecil yang dimuat surat kabar Provinciale Overijsselsche en Zwolsche courant: staats-, handels-, nieuws- en advertentieblad, 28-03-1866.  Berita ini juga diterbitkan kembali oleh surat kabar tersebut pada edisi 30 Maret 1866 (sehari jelang terjadinya peristiwa). Berita yang sama juga dilansir surat kabar Algemeen Handelsblad, 30-03-1866.

Algemeen Handelsblad, 30-03-1866
Hanya dua surat kabar tersebut dengan secuil berita yang memberitakan kejadian yang akan terjadi. Ini sangat kontras dengan berita-berita seantero dunia dalam dua hari terakhir yang mengupas habis tentang apa yang disebut Super Blue Blood Moon. Media sosial menyambut antusias berita-berita yang beredar tersebut sehingga jelang terjadinya Super Blue Blood Moon pada tanggal 31 Janiari 2018 suasana menjadi heboh dan dibixarakan dimana-mana. Bahkan anak-anak sekolah dasar sudah paham apa yang akan terjadi. Ini sangat kontras dengan suasana 150 tahun yang lalu yang sepi sendiri. Generasi zaman now tampak lebih melek gerhana bulan jika dibandingkan dengan generasi zaman old.  

Mengapa berita Super Blue Blood Moon pada saat itu (150 tahun lalu) tidak seheboh sekarang? Padahal di negeri Belanda sudah ada belasan surat kabar bertiras sampai ke Nederlandsch Indie (baca: Indonesia). Sementara surat kabar yang terbit di Nederlandsch Indie sudah ada belasan jumlahnya. Apakah masalah gerhana bulan saat itu dianggap tidak penting?

Anehnya berita gerhana bulan total (totale maansverduistering) yang akan terjadi pada tanggal 31 September 1866 justru mendapat liputan berita yang luas dari puluhan surat kabar. Surat kabar yang terbit di Semarag, De locomotief: Samarangsch handels- en advertentie-blad, 28-09-1866 melaporkan gerhana bulan yang akan terjadi telah membuat sensasi (heboh), terutama di kalangan orang-orang kulit putih. Apakah ada yang salah? Apakah Super Blue Blood Moon terjadi 31 September 1866 dan bukan 31 Maret 1866? Tidak begitu jelas. Sebab terminologi gerhana bulan total yang digunakan baik pada bulan Maret maupun bulan September 1866 sama yakni totale maansverduistering. Tidak ada perbedaan terminilogi yang membedakan hanya luasnya pemberitaan. Pemeberitaan bulan September lebih luas dan masif jika dibandingkan pada bulan Maret 1866.

Boleh jadi ilmu astronomi saat itu belum secara spesifik membedakan Super Blue Blood Moon dengan gerhana bulan total (totale maansverduistering). Tentu saja peralatan astronomi ini (2018) sudah berkembang jauh jika dibandingkan dengan saat itu (1866). Lantas apakah statement bahwa Super Blue Blood Moon yang terjadi di masa lampau (31 Maret 1866) suatu prakiraan saja? Faktanya, peristiwa totale maansverduistering bulan September lebih heboh jika dibandingkan pada bulan Maret 1866.

Teknologi informasi di Batavia (baca: Jakarta) pada saat itu memang belum maju. Yang sudah ada adalah percetakan dengan teknologi cetak offset sederhana, seperti percetakan surat kabar  Teknologi komunikasi baru ada sebatas teknologi telegraf dengan menggunakan sandi morse. Teknologi foto sederhana baru diintroduksi pada akhir tahun 1850an oleh James adn Page (membuka studi foto di Batavia). Meski tingkat teknologi masih seperti itu, tetapi pada dasarnya sudah cukup untuk mendokumentasikan secara baik dan cepat tentang peristiwa-peristiwa yang terjadi.   

Jika memang persitiwa apa yang disebut sekarang ‘Super Blue Blood Moon’ pada hari-hari sekitar tanggal 31 Maret 1866 di Batavia justru tengah berlangsung kongres asosiasi ilmuwan (fisikawan) bergengsi di Batavia. Para fisikawan seperti ahli geologi FW Jung Huhn hadir dalam kongres tersebut.

De locomotief, 30-03-1866
De locomotief : Samarangsch handels- en advertentie-blad, 30-03-1866: ‘Kongres ke 24 di gedung Koningsplein di bawah arahan ketua, Mr. P. J. Maier. Ketua menekaknkan pada laporan-laporan tahun 1865 yang mana investigasi berulang akhirnya memberikan bukti bahwa tidak hanya di pantai timur Sumatra, di Siak, tapi juga di Jawa di Residentie Rembang dan Bezuekie, tidak ada lapisan (gambut) yang ditemukan. Hal lain yang dibicarakan adalah pengetahuan tentang pegunungan, penemuan habitat tiram baru di Madura, penemuan spesies kamfer di Tapanoeli, investigasi komposisi bahahan pada racun panah di suku Dayak. Dalam kongres ini juga teronformasikan bahwa penemuan para ahli telah meningkat sebesar empat persen dari 411 tahun 1864. Sementara itu, asosiasi telah kehilangan reputasinya sebagai akibat kematian A. Berust, Dr. Bernstein (Zoolog) Dr. JK van den Broek, Mr. Steinmetz dan Akkeringa. Dari kongres ini tersimpul bahwa kita menganggap betapa pentingnya karya Masyarakat Fisika di Hindia Belanda tidak hanya bersifat ilmiah tapi juga di bidang ekonomi; bagaimana investigasi dan penyelidikan para anggota berusaha membuka sumber baru di mana saja untuk pengembangan perdagangan dan industri, dan untuk mengetahui harta karun Pemerintah, yang menghasilkan kekayaan tanaman dan rempah-rempah yang kaya....dst’.

Memang kita tidak terlalu berharap pembicaraan gerhana bulan yang spektakuler akan terjadi di dalam kongres ini, tetapi setidaknya surat-surat kabar dapat mengaitkannya. Kongres fisikawan ini diliput surat kabar seaara luas tetapi tak satu pun surat kabar di Nederlandsch Indie yang memberitakan bahwa gerhana bulan total akan terjadi besok harinya. Di Belanda sendiri hanya ada dua surat kabar yang melaporkan akan terjadinya peristiwa gerhana bulan total pada tanggal 31 Maret 1866. Itu pun hanya satu paragraf berita saja.

Tunggu deskripsi lengkapnya


*Dikompilasi oleh Akhir Matua Harahap berdasarkan sumber-sumber tempo doeloe. Sumber utama yang digunakan lebih pada ‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam setiap penulisan artikel tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber ang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar