Selasa, 02 Januari 2018

Sejarah Kota Surabaya (20): Sejarah Musik di Surabaya, Musik Qasidah hingga Cadash; Ucok AKA Harahap, Pionir Rock Indonesia

*Semua artikel Sejarah Kota Surabaya dalam blog ini Klik Disini.


Kota Surabaya tidak hanya Kota Pahlawan, tetapi juga Kota Musik. Banyak grup band muncul dari Kota Surabaya, banyak pula ragamnya: ada musik blues dan jazz; ada pula wolrd music dan country music; ada musik dang dan musik funk; ada musik melayu dan ada juga musik jawa; dan tentu saja ada musik qasidah dan musik cadas. Tentu saja syairnya juga banyak ragamnya: ada yang nasionalis dan juga ada yang agamis, misalnya yang bernuansa Islam berjudul RUKUN ISLAM, karya AKA Group. Musik qasidah diaransemen oleh grup musik cadas memang terasa beda. Itulah Kota Surabaya.

Rukun Islam ada lima
Yang harus kita kerjakan
Yang pertama kita ucapkan
Dua kalimat syahadat

Yang kedua harus sembahyang
Lima waktu dalam sehari
Subuh, Lohor, Asyar, Magrib, Isya
Mengerjakan dengan hati rela

Puasa itu yang ketiga
Di dalam bulan Ramadan
Dikerjakan dengan ikhlas
Agar kelak dapat pahala

Yang keempat harus diingat
Memberikan fitrah dan zakat
Fakir miskin harus diingat
Agar kelak kita selamat

Yang kelima itu yang terakhir
Pergi haji ke tanah suci
Rukun Islam sudah dijalani
Itu tanda Islam sejati.

Kota Surabaya ternyata juga memiliki riwayat musik yang cukup long long ago, bahkan sejak era kolonial Belanda. Bagaimana hal itu bisa terjadi. Satu hal bahwa pertumbuhan dan perkembangan musik di Kota Surabaya hingga saat ini adalah garis continuum dari masa lampau. Lantas, sejak kapan (demam) musik bermula di Surabaya dan lalu bagaimana proses perkembangan selanjutnya hingga kita rasakan saat ini. Mari kita telusuri.

Berdasarkan surat kabar dari waktu ke waktu di masa doeloe, ada tiga kota di Nederlandsch Indie (baca: Indonesia) yang mana komunitas musiknya (Muziek Verbond) kerap menggelar konser dengan mendatangkan grup musik dari mancanegara. Tiga kota tersebut adalah Batavia, Soerabaja dan Medan. Di tiga kota ini juga merupakan populasi orang-orang Eropa/Belanda cukup banyak. Bandoeng dan Semarang juga aktif menggelar konser tetapi tidak seintens tiga kota ini. Komunitas musik Bandoeng tidak sulit untuk menghadiri konser di Batavia karena transportasi kereta api yang lancar. Hal ini juga dengan Semarang yang tidak sulit ke Soerabaja.

Soerabajasche Muziek Verbond (Asosiasi Musik)

Di setiap kota-kota utama (hoofdplaat) di Nederlandsche Indie umumnya sudah terbentuk klub sosial (societeit). Di Batavia ada dua klub sosial terkenal: Societeteit Harmonie dan Socienteit Concordia. Di Soerabaja juga ada dua klub sosial: Harmonie dan Concordia. Di Bandoeng hanya ada satu klub sosial yakni Societeit Concordia di Bragaweg. Sedangkan di Medan ada dua klub sosial, yang terkenal hanya Societeit De Witte. Klub-klub sosial ini umumnya memiliki klub olahraga (sport) seperti voetbal, pacuan kuda, catur. Namun hanya klub-klub di kota besar seperti Batavia, Soerabaja, Medan, Bandoeng dan Semarang yang terinformasikan memiliki klub musik (Muziek Verbond).

Societeit pertama yang didirikan adalah Societeit Harminie (1817) di Batavia. Lalu kemudian muncul klub militer bernama Societeit Concordia. Setelah itu menyusul di Padang (1837). Di kota-kota lainnya, seperti Soerabaja, Bandoeng, Semarang dan Makassar muncul sekitar tahun 1860an. Klub sosial di Kota Medan baru muncul pada awal tahun 1880an. Klub sosial ini adalah badan hukum yang memiliki AD/ART. Program pertama klub-klub sosial ini adalah untuk memiliki gedung sendiri. Gedung milik societeit itulah kemudian berkembang dari awalnya pusat pertemuan dikembangkan untuk bisa menyelanggarakan konser. Di Bandoeng sudah memiliki gedung concert sendiri namanya Braga yang kebetulan berada tidak jauh dari societeit (dari sinilah munculnya nama jalan Braga, gedung konsernya lebih terkenal dari societeitnya sendiri).

Pada awalnya, setiap ada acara khusus (keramaian) yang diselenggarakan di lingkungan klub sosial, klub-klub sosial hanya bisa mengundang grup musik militer untuk berpartisipasi. Memang di cafe(-cafe) tertentu memang ada menyediakan live music, namun untuk kapasitas tampil di panggung atau di keramaian kurang memadai. Agak sedikit beruntung klub sosial di Medan yang bisa sewaktu-waktu dapat mengundang grup musik, Manila Band yang berbasis di Semenanjung, wilayah Inggris (Penang, Malaka dan Singapoera). Grup musik Manila Band hanya berskala regional, dan tentu saja kurang laku di kota-kota di Jawa.

Grup musik instrumen alat tiup di Sipirok, 1890
Di kalangan penduduk lokal (pribumi) grup musik modern justru kali pertama ditemukan di Sipirok, Tapanuli. Pada tahun 1880 sudah ditemukan grup musik yang menggunakan alat-alat musik modern seperti tamborin, seksofon, trompet. Yang mengintroduksi (peralatan) musik modern ini diduga adalah para misionaris Jerman yang tengah melakukan misi di wilayah Silindoeng dan Toba. Memang pembentukan grup musik ini bukan untuk tujuan keperluan (di dalam) gereja tetapi suatu introduksi musik baru di tengah masyarakat umum, yang diduga cara tepat untuk mengeliminasi musik (orkestra) gondang yang dianggap para misionaris (yang bernuansa dan memiliki rtimik) peninggalan pemujaan terhadap kepercayaan kuno. Sipirok adalah kota kecil mayoritas Islam di utara Afdeeling Mandailing dan Angkola (baca: Tapanuli Selatan) yang menjadi basis permulaan kristenisasi di wilayah Silindung dan Toba (baca: Tapanuli Utara). Kota kecil ini adalah tempat kelahiran Nahum Situmorang tempat yang diduga sebelum merantau ke Jawa sudah mengenal musik di Sipirok. Kota Sipirok juga adalah kampung ayah dari Ismail Harahap (Kakek dari Andalas Datu Oloan Harahap alias Ucok AKA Harahap)..

Meski musik yang dimainkan oleh Militaire Muziek masih dominan di acara-acara besar, pada awal tahun 1870 sudah mulai ada konser musik dengan kedatangan pemusik-pemusik dari Eropa (umumnya Eropa Timur dan Italia) yang datang ke Jawa. Di Semarang kedatangan concert van Mm. Mendelssohn en Signor Orlandini (lihat De locomotief: Samarangsch handels- en advertentie-blad, 18-04-1878). Di Soerabaja kedatangan pemusik dan artis dari Italia (De locomotief: Samarangsch handels- en advertentie-blad, 21-09-1878). Besar kemungkinan tiga kota besar di pantai utara Jawa (Batavia, Semarang dan Soerabaja) kedua grup musik mancanegara ini mengunjunginya. Grup musik militer juga masih mendapat tempat yang digelar di Concordia dengan berbagai variasi musik yang dimainkan termasuk musik klasik (Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 04-01-1879).

De locomotief, 13-11-1879
Surat kabar di Nederlandsc Indie juga terus melansir berbagai analisis-analisis musik di Belanda. Sebagai contoh Bataviaasch handelsblad, 24-01-1879 mengulas konser-konser di Belanda seperti pemain biola JJ Koert yang melakukan konser musik klasik dibandingkan dengan pemusik klasik ternama dari Italia dan Jerman. Ini mengindikasikan bahwa surat kabar juga terus menambah pengetahuan musik para penikmat musik di klub-klub musik di Jawa. Untuk sekadar diketahui, penikmat-penikmat musik di Jawa cukup banyak dari kalangan orang kaya, para pengusaha dan pejabat-pejabat. Pengusaha-pengusaha di Jawa yang bermukim di Batavia, Semarang dan Soerabaya tidak kalah dengan kekayaan pengusaha-pengusaha di Eropa. Oleh karenanya pengusaha-pengusaha ini lewat klub musik di Sociteit tidak akan kesulitan mendatangkan pemusik dari Eropa. Dan tentu saja para pemusik-pemusik Eropa ini sangat antusias datang karena musik adalah musik, selagi peminatnya masih ada sekalipun jauh ke nagara-negara di timur. Ada tantangan bagi mereka yang datang jauh naik kapal layar ke negeri jauh. Kombinasi inilah, pemusik yang tertantang dan audiens yang kaya raya bertemu di gedung konser. Pertemuan ini semakin memperkaya apresiasi musik di kalangan peminat dan penikmat musik baik di Batavia, Semarang maupun Soerabaja. Konser-konser pemusik lokal di Batavia juga megutip tiket f2.4 entree per persoon (De locomotief: Samarangsch handels- en advertentie-blad, 13-11-1879). Ini mengindikasikan bahwa pasar (industri) musik juga telah merambah kota-kota di Jawa.

De locomotief, 20-02-1882
Musik adalah mudah ditularkan. Hal ini karena mudah dinikmati dan dicerna telinga. Penilaian (apresiasi) musik makin lama makin tinggi. Itu berarti masyarakat musik juga berkembang seperti halnya di kota-kota di Jawa. Pada tahun 1881 di Soerabaja, seorang guru musik dengan anak didik sebanyak 60 orang telah memulai babak baru dengan memberanikan menggelar konser di Societeit (De locomotief: Samarangsch handels- en advertentie-blad, 26-02-1881). Ini mengindikasikan bahwa stakeholder makin bertambah, tidak hanya penonton yang semakin antusias dengan pemusik dari militer maupun pemusik yang didatangkan dari Eropa, tetapi juga sudah muncul dari kalangan sekolah-sekolah musik (guru dan murid-muridnya). Tentu saja itu tidak hanya di kalangan orang-orang Eropa, tetapi juga termasuk di kalangan penduduk lokal yang mana orang-orang Jerman telah mengintroduksi (alat-alat) musik modern di kalangan pemuda di Sipirok (1880). Pada tahun 1882 di Batavia terdapat maklumat di surat kabar bahwa musik sudah waktunya diintroduksi sebagai bagian dari kurikulum sekolah (De locomotief: Samarangsch handels- en advertentie-blad, 20-02-1882).

Pada tahun 1882 Gubernur Jenderal berkunjung ke Soerabaja. Untuk menyambut Gubernur Jenderal dan memberikan kesempatan kepada warga untuk bertemu gubernur jenderal sekaligus untuk datang menikmati musik, grup musik (konser) dari Batavia, Cecilia didatangkan (lihat Soerabaijasch handelsblad, 20-07-1882). Apakah ini indikasi grup musik militer sudah mendapat saingan dan kembali ke markas? Apakah grup musik militer kembali ke habitatnya yang hanya terbatas di antara kebutuhan militer seperti parade dan penyambutan tamu besar? Meski demikian, grup musik militer di kota-kota lain terutama kota kecil grup musik militer masih dominan. Hal ini terlihat di Solo tahun 1884 dimana diadakan konser musik di Societeit dalam satu pesta sehubungan dengan dibukanya jalur kereta api Solo-Soerabaja (De locomotief: Samarangsch handels- en advertentie-blad, 27-05-1884).

Dalam sejarah awal musik di Surabaya ini tampak banyak cara untuk menghadirkan musik di dalam kota. Peran para anggota komunitas musik (Muziek Verbond) tampak strategis. Musik hadir tidak hanya untuk kebutuhan internal komunitas, tetapi juga berkolaborasi dengan pemerintah untuk menghadirkan musik untuk memenuhi kebutuhan hiburan bagi warga. Hal yang bersifat sinergis terjadi: komunitas musik sebagai penyelenggaran dapat meraih keuntungan hasil penjualan karcis (setelah membayar kontrak para pemusik), pemerintah setempat mendapat nilai pajak hiburan.

Trio Harlof, Maij en Naessens

Di awal pertumbuhan dan perkembangan musik di Surabaya, muncul satu grup pemusik dengan nama Trio Harlof, Maij en Naessens. Mereka ini adalah orang-orang Belanda yang besar kemungkinan orang tua mereka telah lama di Nederlandsch Indie. Mereka telah disebut sebagai musisi terkenal Surabaya. Grup ini tidak hanya manggung di Surabaya, tetapi juga seperti di Probolinggo (Soerabaijasch handelsblad, 18-03-1887); di Kediri (De locomotief: Samarangsch handels- en advertentie-blad, 24-05-1887); Bangkalan (Soerabaijasch handelsblad, 08-03-1888); dan kota-kota lain.

De locomotief, 24-05-1887
Grup musik trio ini juga adakalanya disebut sebagai orkes pimpinan Tuan Naessens. Setiap pagelaran yang mereka adakan dikutip bayaran dengan tiga harga: f3 di depan, f2 di tengah dan f1 di belakang (festival)  (lihat De locomotief: Samarangsch handels- en advertentie-blad, 18-08-1887).

Pada bulan Januari 1888 terdapat sebuah iklan yang mengiklan namanya sebagai W. Naessens sebagai seorang guru piano (Soerabaijasch handelsblad, 09-01-1888). Tidak diketahui apa hubungan W. Naessens dengan pimpinan orkes terkenal di Surabaya. Nama keluarga Naessens di Surabaya sudah sejak lama menghilang dan baru muncul pada tahun 1891 dalam bentuk iklan (De locomotief: Samarangsch handels- en advertentie-blad, 08-12-1891). Disebutkan dalam iklan tersebut W. Naessens & Co, sebuah perusahaan perdagangan yang menjual piano dan alat-alat musik. Juga menerima reparasi piano dan alat-alat musik dari merek terkenal. Diduga guru piano W. Naessens telah memperluas profesinya di bidang perdagangan alat-alat musik.

De locomotief, 08-12-1891
Pada surat kabar yang sama juga ditemukan iklan Joh. Corsmit & Co di Soerabaja, suatu pabrik piano dan organ. Piano terbuat dari kayu jati dan jaminan selama lima tahun. Pabrik ini juga memproduksi harmonika, juga sello dan guitar serta lainnya (De locomotief: Samarangsch handels- en advertentie-blad, 08-12-1891).

Sementara Joh. Corsmit & Co masih beroperasi, pada tahun 1893, W. Naessens & Co yang merupakan agen penjualan piano pabrik Feurich di Leipzig mendapat lisensi untuk memproduksi piano dengan bahan jati (De locomotief : Samarangsch handels- en advertentie-blad, 27-05-1893). Disebutkan bahwa bahan jati ini lebih bagus dengan bahan kayu Eropa yang diproduksi di Jerman. Pabrik piano W. Naessens & Co tampaknya akan bersaing dengan pabrik piano Joh. Corsmit & Co di Soerabaja.

Industri Musik

Sebelum berakhirnya abad ke-19, Kota Surabaya sesungguhnya telah menjadi kota industri musik (yang pertama di Nederlandsch Indie). Kota Surabaya masih tetap mengundang musisi-musisi manca negara. Tentu saja ini dimaksudkan untuk menambah pengetahuan musik warga dari grup musik berkualitad dari Eropa. Di Kota Surabaya konsumen musik juga sudah berdampingan dengan para produsen musik. Para penikmat musik di Kota Surabaya sudah memiliki musisi-musisi sendiri (orkes/band). Selain itu, di Kota Surabaya bahkan tidak hanya mudah menemukan instrumen musik di perdagangkan di toko-toko, juga telah terdapat pabrik alat-alat musik (berkualitas Eropa/Jerman). Boleh jadi dari kota Surabaya alat-alat musik (yang relatif lebih murah) di ekspor ke kota-kota lain, termasuk ke kota kecil di Sipirok.

Sebelum berakhirnya abad ke-19 pemuda-pemuda dari Mandailing dan Angkola sudah banyak yang merantau hingga ke Padang dan Medan. Pada saat Medan masih kampung (1875), para pemuda  yang baru lulus sekolah dasar dari Mandailing, Angkola dan Sipirok sudah banyak yang merantau dan bekerja di Medan sebagai krani di perkebunan-perkebunan Eropa. Saat itu di Sumatra bagian Utara, sekolah baru ada di Mandailing, Angkola dan Sipirok (sekolah dasar dimulai tahun 1850). Pada tahun 1862 di Mandailing dan Angkola dibuka sekolah guru yang ketiga (yang pertama di Soerakarta tahun 1851 dan yang kedua di Fort de Kock 1856). Beberapa yang terkenal kemudian para pemuda ini adalah Ibrahim yang merantau ke Medan tahun 1875 dan kemudian pada tahun 1900 diangkat sebagai kepala kampung pertama di Medan. Pada tahun 1885 Soetan Goenoeng Toea seorang jaksa di Padang Sidempoean diangkat sebagai jaksa pertama di Medan. Soetan Goenoeng Toea kelak dikenal sebagai kakek dari Amir Sjarifoeddin Harahap (Perdana Menteri RI yang kedua). Oleh karena sudah begitu banyak perantau-perantau Mandailing, Angkola dan Sipirok di Medan, lalu tahun 1907 dibentuk Sjarikat Tapanoeli yang dipimpin oleh Dja Endar Moeda (seorang mantan guru) dan wakilnya Sjech Ibrahim (kepala kampung pertama di Medan). Sjarikat ini dibentuk untuk mengimbangi dominasi pedagang-pedagang Tionghoa di Medan. Sjarikat Tapanoeli yang didirikan sebelum Boedi Oetomo, menerbitkan surat kabar berbahasa Melayu di Medan dengan nama Pewarta Deli. Anak-anak Mandailing, Angkola dan Sipirok yang meneruskan pendidikan, langsung BTL merantau ke Batavia dan Buitenzorg. Delapan mahasiswa Docter Djawa School (cikal bakal STOVIA) yang lulus tahun 1905, salah satu adalah Dr. Tjipto dan dua dari Padang Sidempoean. Mahasiswa-mahasiswa STOVIA tahun 1908 mendirikan Boedi Oetomo yang dimotori oleg Soetomo. Salah satu teman sekelas Soetomo adalah Radjamin Nasution (kelak menjadi Wali Kota Pertama Soerabaya). Pada tahun 1909 seorang siswa asal Padang Sidempoean diterima sebagai mahasiswa angkatan pertama di sekolah kedokteran hewan (Artsenschool) di Buitenzorg bernama Sorip Tagor dan lulus tahun 1914 dan tahun 1916 melanjutkan studi ke Belanda  (Sorip Tagor kelak dikenal sebagai kakek dari Inez/Risty Tagor). Lalu pada saat pribumi pertama kali diberi kesempatan untuk menjadi dewan kota (1918) di Medan, yang terpilih pertama adalah Radja Goenoeng, seorang penilik sekolah di Medan, mantan guru dari Padang Sidempoean. Di era inilah kakek Andalas Datu Oloan Harahap alias Ucok AKA Harahap juga turut merantau ke Medan. Ayah Ucok AKA bernama Ismail Harahap lahir di Medan tahun 1918. Pada tahun 1918, Parada Harahap, seorang mantan krani di perkebunan membongkar kasus poenali sanctie (penyiksaan koeli kontrak di perkebunan-perkebunan Belanda) dan menulis laporannya dan mengirim ke surat kabar Benih Merdeka di Medan. Laporan ini menjadi heboh di Jawa karena berita ini dilansir oleh surat kabar di Jawa Tengah, Soeara Dajawa. Parada Harahap lalu dipecat dan diusir dari Medan (dan pulang kampung ke Padang Sidempoean). Di Padang Sidempoean malah tidak jera dengan polisi Belanda, justru mendirikan surat kabar Sinar Merdeka tahun 1919 di Padang Sidempoean. Oleh karena beberapa kali dipenjara di Padang Sidempoean, pada tahun 1923 Parada Harahap merantau ke Batavia dan mendirikan surat kabar Bintang Hindia.

Sementara pemusik-pemusik Eropa/Belanda tumbuh dan berkembang di Soerabaja, Semarang dan Batavia, pemuda-pemuda pribumi juga banyak yang mulai menggemari musik. Selain musik sudah menjadi bagian dari hiburan di kota-kota di Jawa, utamanya di Surabaya, alat-alat musik juga semakin mudah ditemukan dan harganya juga semakin terjangkau. Salah satu pemuda yang piawai dalam memainkan musik ini adalah Wage Rudolf Supratman yang memulai pengalaman musik di Semarang dan kemudian merantau ke Bandoeng.

Tunggu deskripsi lengkapnya


*Dikompilasi oleh Akhir Matua Harahap berdasarkan sumber-sumber tempo doeloe. Sumber utama yang digunakan lebih pada ‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam setiap penulisan artikel tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.

3 komentar:

  1. Terima kasih, sangat membantu artikel nya. Semoga sukses selalu ya pak. Jangan lupa share and kunjungi juga website mp3 kami di http://sharelagunet.wapska.net

    BalasHapus
  2. Terimakasih, artikelnya sangat bermanfaat sekali. Jangan lupa untuk mengunjungi website kami di Jual Alat Drumband Di Semarang

    BalasHapus
  3. Terima kasih atas tulisannya, sangat membantu. Izin bertanya, untuk sumber data ataupun foto dokumentasi komunitas muziek verbond sendiri bisa dicari dimana ya?. jika boleh, saya ingin kirim email melalui issaana127@gmail.com untuk berbicara lebih lanjut. Sukses selalu.

    BalasHapus