Rabu, 28 Februari 2018

Sejarah Semarang (15): Lasem di Rembang; Bukan Pecinan Tetapi Tiongkok Kecil Tempo Doeloe, Mengapa? Batik Lasem

Untuk melihat semua artikel Sejarah Semarang dalam blog ini Klik Disini


Pada masa ini Pecinan (China Town) ada dimana-mana. Pada masa tempo doeloe, disebut Tiongkok Kecil hanya di satu tempat yakni di Rembang, tepatnya di Kota Lasem. Kota Lasem tidak hanya terkenal tempo doeloe tetapi juga masih terkenal pada masa ini.

Peta Lasem, 1887
Kota Lasem adalah sebuah kota kecamatan di Kabupaten Rembang. Kota Lasem adalah kota kedua terbesar setelah Kota Rembang. Ketika Kota Lasem disebut Tiongkok Kecil namun tidak semua sepakat dan lebih memilih Kota Pusaka. Pada masa ini, Kota Lasem juga dikenal sebagai Kota Santri. Selain itu, Kota Lasem juga terkenal sebagai kota penghasil batik yang disebut Batik Lasem.

Lantas mengapa Lasem disebut Tingkok Kecil? Itu pertanyaannya. Apakah Tiongkok Kecil pada masa lampau merupakan bentuk lain Pecinan (China Town) pada masa kini. Untuk menjawab pertanyaan ini mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Kota Lasem

Saat permulaan kehadiran Belanda (1595-1610) Lasem sudah diidentifikasi sebagai suatu wilayah yang dibawah adipati yang membawahi Lasem en Sidaijoe (lihat De opkomst van het Nederlandsch gezag in Oost-Indië (1595-1610), 1864). Nama Lasem terus eksis sebagaiman dicatat oleh François Valentyn dalam bukunya berjudul Oud en nieuw Oost-Indiën yang diterbitkan tahun 1726.

Lasem pada dasarnya termasuk nama tempat di pantai utara Jawa yang sudah eksis sejak lama, bahkan sebelum kehadiran orang-orang Belanda. Namun tidak diketahui sejak kapan orang-orang Tionghoa memulai perkampungan di Lasem. Dalam Perang Jawa ketiga antara 1746-1755 Lasem mengirim pasukan sebanyak 1.000 orang untuk membantu VOC (lihat PJF Louw, 1889. De derde Javaansche successie-oorlog (1746-1755), Jika merujuk pada tahun 1740 terjadinya peristiwa pembantaian orang-orang Cina oleh Belanda di Batavia, pasukan dari Lasem ini diduga kuat bukan orang Tionghoa tetapi orang penduduk lokal.

Keberadaan Lasem kali pertama muncul pada tahun 1861 (Samarangsch advertentie-blad, 26-07-1861). Indikasi ini terbaca dalam suatu daftar perjalanan kapal “Bintang Anam’ antara Semarang dan Lasem. Ini mengindikasikan bahwa (kota) Lasem memiliki jalur langsung dari Semarang ke Lasem (dan sebaliknya). Indikasi ini juga dapat dinterpretasi bahwa Lasem adalah tempat (kota) penting. Saat itu, Lasem juga sudah dihuni oleh orang-orang Eropa/Belanda (Samarangsch advertentie-blad, 30-05-1862).

Delftsche courant, 27-08-1867
Bagaimana gambaran sekilas tentang Lasem diceritakan seorang pelancong lokal yang ditulis ulang oleh seorang Belanda dan dimuat pada surat kabar Delftsche courant, 27-08-1867 : ..Di Rembang, sekitar delapan mil dari kota, saya melihat sebuah perkampungan besar orang-orang Tionghoa, yang juga disebut Lasem, kota orang Tionghoa. Saya singgah disana, di dalamnya, sebenarnya saya sangat terkejut dengan banyaknya orang-orang Tionghoa, diantaranya terdapat banyak yang sangat kaya. Orang-orang disana, orang-orang Tionghoa yang kaya hasil dari penyelundupan opium dan melakukan penjualan ke kabupaten lain, ya bahkan banyak yang pergi ke Surakarta. Pasokan opium di Lasem sangat mudah, karena kota Tionghoa ini dekat dengan laut dan jauh dari Rembang, kapal besar tidak bisa jangkar disana, karena ada banyak terumbu karang dan jadi harus hati-hati. Sangat sering kapal-kapal Cina dari Singapura dengan segala jenis barang-barang Cina, dan ini juga membawa pendapatan juga bagi mereka. Ketika kapal-kapal itu tiba di malam hari, datanglah mereka mengambil candu dan disimpan di dalam tanah. Kisah ini saya ceritakan lebih jauh dari yang lain, tapi saya tidak tahu apakah itu benar atau tidak, karena saya pernah berada disana satu kali dan saya tidak menetap disana untuk waktu yang lama.....Perjalanan dari Lasem ke desa Dasoen, dimana banyak kapal sedang dibangun...’.

Klenteng Lasem, 1880
Lasem adalah kota (stad) orang Tionghoa. Disebut demikian, tidak hanya karena populasi orang-orang Tionghoa sangat banyak di Lasem, tetapi juga Luitenat der Chineeezen di Blora Liem King Tie adalah seorang pedagang di Lasem (lihat Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 07-10-1874). Pemimpin Tionghoa di Lasem adalah Liem Tik Lie yang telah diangkat pemerintah sejak tahun 1868 (lihat Almanak van Nederlandsch-Indië voor het jaar  1871). Di Lasem kemudian diangkat luitenant der Chineeezen Liem King Poen (Bataviaasch handelsblad, 31-08-1880). Yang menjabat sebagai Controleur di Lasem adalah JJ Bischoff (Soerabaijasch handelsblad, 12-05-1881).

Indikasi bahwa Lasem sebagai salah satu pusat perdagangan opium sudah muncul pada tahun 1848 atau sebelumnya. Disebutkan bahwa ‘pada saat bersamaan, impor opium asing harus diberlakukan secara ketat, melarang kapal besar singgah di Lasem (lihat Tijdschrift voor staathuishoudkunde en statistiek, 1848).

Di dekat Lasem terdapat sebuah kampung yang disebut desa Bonang yang jaraknya lima pal dari Lasem. Nama desa ini mengacu pada orang suci (Soehoenan) yang meninggal dan dikuburkan di desa ini. Orang suci ini adalah murid dari Soehoenan Ngampel [di Sorebaja], orang yang meneruskan semangat Malik Ibrahim dengan tak kenal lelah (lihat Jan Baptist Jozef van Doren.1851. De Javaan in het ware daglicht geschetst, benevens eenige inlichtingen over..). Majalah Tijdschrift voor Indische taal-, land- en volkenkunde, 1864 mencatat bahwa di Lasem terdapat 13 guru agama yang mengasuh 200 murid.

Batik Lasem

Lasem tampaknya tidak hanya sebagai pusat perdagangan opium di wilayah Jawa (bagian tengah), kain lurik Lasem juga sudah dikenal sebagai komoditi perdagangan (lihat Katalogus der tentoonstelling van grondstoffen en nijverheids-voortbrengse, 1865). Pemasaran kain Lasem tidak hanya di Jawa tetapi juga di Batavia (Bataviaasch handelsblad, 14-04-1880). Kain Soerabaja, kain Solo dan kain Lasem dan kain Batavia tampaknya mendominasi perdagangan kain. Dalam perkembangannya muncul kain Paccalongan dan kain Tagal.

Pada bidang pendidikan, Lasem juga tidak terlalu ketinggalan. Paling tidak pada tahun 1874 di Lasem ditempatkan seorang komisi sekolah pendidikan pribumi (Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 07-10-1874). Penempatan seorang komisi sekolah (penilik sekolah) biasanya mengindikasikan sudah terdapat sejumlah sekolah dasar.  

Tunggu deskripsi lengkapnya


*Dikompilasi oleh Akhir Matua Harahap berdasarkan sumber-sumber tempo doeloe. Sumber utama yang digunakan lebih pada ‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam setiap penulisan artikel tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar