Selasa, 16 Mei 2017

Sejarah Kota Padang (36): Upaya Transfer Kualitas Pendidikan di Padang ke Fort de Kock; Willem Iskander, Pionir Pendidikan Modern Indonesia

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Padang dalam blog ini Klik Disi


Introduksi pendidikan aksara latin di Sumatra dimulai di Kota Padang. Ini sehubungan dengan pengadaan guru di Kota Padang tahun 1822, dua tahun setelah Pemerintah Hindia Belanda di mulai (lihat Almanak 1822). Namun introduksi ini tidak berkembang karena situasi dan kondisi diliputi suasana perang. Pengiriman guru terhenti.

Pionir Pendidikan Indonesia
Setelah usai perang (1837), program pendidikan dimulai lagi. Asisten Residen Agam. Steinmez mulai mendirikan sekolah tahun 1842 (lihat TJ Willer, 1846). Di Mandailing dan Angkola, yang baru memulai pemerintahan sipil pada tahun 1840, TJ Willer (Asisten Residen) menganjurkan perlunya diselenggarakan pendidikan bagi penduduk.

Kweekschool Fort de Kock Didirikan

Tidak diketahui kapan pendidikan dimulai di Afdeeling Mandailing dan Angkola, tetapi pada tahun 1854 sudah ada dua siswa asal Afdeeling Mandailing dan Angkola yang tiba di Batavia untuk mengikuti studi kedokteran (Nieuwe Rotterdamsche courant: staats-, handels-, nieuws-en advertentieblad, 18-01-1855). Dua siswa ini merupakan dua siswa pertama yang diterima di sekolah kedokteran tersebut yang berasal dari luar Djawa. Sekolah kedokteran di Batavia ini kemudian dikenal sebagai Docter Djawa School (cikal bakal STOVIA).

Nieuwe Rotterdamsche courant: staats-, handels-, nieuws-en advertentieblad, 18-01-1855: ‘Batavia,  25 November 1854. Satu permintaan oleh kepala Mandheling (Batta-landen) dan didukung oleh Gubernur Sumatra’s Westkust, beberapa bulan yang lalu, ditetapkan oleh pemerintah, bahwa kedua anak kepala suku asli terkemuka, yang telah menerima pendidikan dasar dibawa untuk akun negara ke Batavia dan akan mengikuti kedokteran, bedah dan kebidanan. Para pemuda yang disebut Si Asta dan Si Angan di rumah sakit militer di sana pada murid ini baru saja tiba dari Padang disini, dan akan disertakan di pelatihan perguruan tinggi (kweekschool) dokter asli’.

Pada tahun 1856 di Fort de Kock (Bukittinggi) didirikan sekolah guru (kweekschool). Sekolah guru ini adalah sekolah guru negeri kedua di Hindia Belanda (yang pertama di Soerakarta, dimulai 1852). Siswa yang dididik di Kweekschool Fort de Kock berasal dari sekolah dasar yang sudah semakin meluas di Residentie Padangsch Bovenlanden.

Pada tahun 1857, seorang siswa bernama Si Sati di Afdeeling Mandailing dan Angkola berangkat studi untuk mendapat akta guru di Belanda. Setelah lulus di Belanda, Si Sati yang telah mengubah namanya menjadi Willem Iskander kembali ke kampong halamannya di Mandailing (1861). Pada tahun 1862 Willem Iskander mendirikan sekolah guru (kweekschool) di Tanobato. Siswa yang dididik di Kweekschool Tanobato berasal dari sekolah dasar yang sudah semakin meluas di Residentie Tapanoeli.

Kweekschool Tanobato Terbaik

Pada tahun pendirian Kweekschool Tanaboto jumlah siswa ‘yang lulus tes masuk’ sebanyak 16 orang (yang berasal dari Mandailing, Angkola, Natal, Sibolga dan Baros). Mereka dididik sendiri oleh Willem Iskander yang menyusun kurikulum sendiri, menulis buku pelajaran sendiri dan mengajarkan (tata) bahasa Batak, Melayu dan Belanda. Semua itu tidak terlaporkan karena jauh di pedalaman di Tanobato. Sebuah berita di surat kabar muncul tahun 1865 tentang sekolah guru di Tanobato.

Nieuwe Rotterdamsche courant: staats-, handels, nieuws- en advertentieblad, 20-03-1865: ‘Izinkan saya mewakili orang yang pernah ke daerah ini. Di bawah kepemimpinan Godon daerah ini telah banyak berubah, perbaikan perumahan, pembuatan jalan-jalan. Satu hal yang penting tentang Godon telah membawa Willem Iskander studi ke Belanda dan telah kembali kampungnya. Ketika saya tiba, disambut disambut oleh Willem Iskander, kepala sekolah dari Tanabatoe diikuti dengan enam belas murid-muridnya, Willem Iskander duduk di atas kuda dengan pakaian Eropa murid-muridnya dengan kostum daerah….Saya tahun lalu ke tempat dimana sekolah Willem Iskandern didirikan di Tanobato…siswa datang dari seluruh Bataklanden…mereka telah diajarkan aritmatika, ilmu alam, prinsip-prinsip fisika, sejarah, geografi, matematika…bahasa Melayu, bahasa Batak dan bahasa Belanda….saya saya sangat puas dengan kinerja sekolah ini’.

Orang yang menulis berita ini adalah Inspektur Jenderal Pendidikan Pribumi, JA van der Chjis yang berkunjung ke Tanobato pada tahun 1864 (dua tahun setelah sekolah ini didirikan). Laporan Chijs ini ternyata dikutip/dilansir semua surat kabar di Hindia Belanda dan di Negeri Belanda, seperti di Rotterdam, Amsterdam dan Haarlem, Algemeen Handelsblad dan Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie di Batavia, De locomotief : Samarangsch handels- en advertentie-blad di Semarang, Sumatra-courant : nieuws- en advertentieblad di Padang.

Seketika berubah semuanya, pandangan orang luar terhadap Tanah Batak, paling tidak di afdeeling Mandailing dan Angkola berubah 360 derajat yang mana 180 derajat kesan primitif menghilang dan 180 derajat tidak diduga telah memiliki sistem pendidikan yang terbaik di Hindia Belanda. Inilah sumbangan fantastis Willem Iskander di Tapanoeli khususnya di afdeeling Mandailing dan Angkola. Iskander Effect tengah bekerja.

Iskander Effect tidak hanya telah mengalami difusi jauh hingga ke pelosok-pelosok terpencil di Tapanoeli, juga mengguncang wilayah-wilayah di Jawa. Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 14-11-1868 yang mengutip dari surat kabar Soerabayasch Handelsblad edisi 5 November sangat menyentuh: ‘Mari kita mengajarkan orang Jawa, bahwa hidup adalah perjuangan. Mengentaskan kehidupan yang kotor dari selokan (candu opium). Mari kita memperluas pendidikan sehingga penduduk asli dari kebodohan’. Orang Jawa, harus belajar untuk berdiri di atas kaki sendiri. Awalnya Chijs mendapat kesan (sebelum ke Tanobato) pantai barat Sumatra mungkin diperlukan seribu tahun sebelum realisasi gagasan pendidikan (sebaliknya apa yang dilihatnya sudah terealisasi dengan baik). Kenyataan yang terjadi di Mandailing dan Angkola bukan dongeng, ini benar-benar terjadi, tandas Chijs’.

Rupanya tulisan (laporan) Chijs itu telah menggelinding kemana-mana bahkan di pusat kekuasaan kolonial di Jawa. Afdeeling Mandailing en Angkola telah menjadi ‘kiblat’ perubahan, perubahan yang sangat fundamental di Hindia Belanda. Kweekschool Tanobato adalah sekolah swasta (dukungan partisipasi pemimpin local di Mandailing dan Angkola).

Laporan Chijs juga mengindikasikan sekolah guru di Fort de Kock gagal total. Menurut Chijs sekolah guru Fort de Kock tidak pantas memakai nama sekolah guru. Sebaliknya sukses besar di Tanobato. Laporan Chijs menggarisbawahi siswa-siswa Tanobato juga belajar tiga bahasa sekaligus. Menurut Chijs di sini (maksudnya Tanobato) bahasa Melayu diajarkan oleh orang non Maleijer, di negara non-Melayu dengan sangat baik. Buku Braven Hendrik yang terkenal di Eropa telah diterjemahkan ke dalam bahasa Mandailing/Angkola.

Adanya kemajuan pendidikan tak terduga di Mandailing dan Angkola menyadarkan pemerintah untuk segera membangun sekolah guru di Bandoeng. Tahun 1865 Kweekschool Tanobato diakuisisi pemerintah dan dijadikan sekolah guru negeri. Kweekschool Bandoeng mulai dibuka tahun 1866, Dengan demikian sekolah guru negeri menjadi empat buah: Soerakarta (1852), Fort de Kock (1856), Tanobato (1865) dan Bandoeng (1866).

Reaksi mulai bermunculan, tidak hanya dari kalangan pribumi tetapi juga diantara orang-orang Eropa/Belanda. Sekolah guru Tanobato, sekolah guru yang diasuh oleh Willem Iskander adalah sekolah yang tidak diinginkan. Karena pemerintah hanya menginginkan sekolah guru terbatas di Soerakarta (Jawa) dan di Fort de Kock (Sumatra). Namun pemerintah segera menyadari dan langsung membangun sekolah guru di Bandoeng dan mengakuisisi sekolah guru yang sudah berdiri di Mandailing dan Angkola.

Arnhemsche courant, 13-11-1869: ‘…Hanya ada 7.000 siswa dari jumlah populasi pribumi yang banyaknya 15 juta jiwa. Anggaran yang dialokasikan untuk itu kurang dari tiga ton emas. Hal ini sangat kontras alokasi yang digunakan sebanyak 6 ton emas hanya dikhususkan untuk pendidikan 28.000 orang Eropa… lalu stadblad diamandemen untuk mengadopsi perubahan yang dimenangkan oleh 38 melawan 26 orang yang tidak setuju’.

Setelah adanya perubahan dan kemenangan di parlemen (dewan) oleh yang pro, diantara yang pro ada yang mengungkapkan kekecewaannya selama ini sebagaimana dilaporkan oleh Algemeen Handelsblad, 26-11-1869: ‘…kondisi pendidikan pribumi di Java adalah rasa malu untuk bangsa kita (Belanda). Dua atau tiga abad mengisap bangsa ini, berjuta-juta sumber daya penghasilan telah ditransfer ke ibu pertiwi (Kerajan Belanda), tapi hampir tidak ada hubungannya untuk peradaban pribumi di sini (Hindia Belanda)…’.

Sementara di Mandailing Angkola, tidak hanya Willem Iskander yang menulis buku-buku pelajaran, juga guru-guru sekolah dasar (alumni Kweeskschool Tanobato) menulis buku-buku pelajaran. Sebagian dari buku-buku yang ditulis itu dicetak di Padang dan Batavia. Buku pelajaran yang ditulis Willem Iskander sudah ada yang dicetak di Batavia tahun 1865.

Langkah pertama yang akan dilakukan di Jawa adalah  untuk melanjutkan pengembangan pendidikan di 15 ibukota kabupaten, dimana tidak ada sekolah berada selama ini. Namun tidak disebutkan nama-nama 15 ibukota afdeeling tersebut. Jika jumlah ibukota tahun 1865 sebanyak 23 maka baru delapan ibukota yang memiliki sekolah.

Di Residentie Tapanoeli yang mana ibukota sudah terbentuk di enam kabupaten (Natal, Mandailing dan Natal, Sibolga, Baroes, Singkel dan Nias), pada tahun 1870 sudah ada 10 sekolah negeri yang didirikan. Tujuh diantaranya berada di afdeeling Mandailing dan Angkola dan masing-masing satu buah di afd. Natal, afd. Sibolga dan afd. Nias. Pada tahun 1870 bertepatan ibukota Afdeeling Mandailing dan Angkola dipindahkan dari Panjaboengan ke Padang Sidempuan. Di ibukota baru ini sudah terdapat dua sekolah negeri (Batoenadoea dan Hoetaimbaroe).

Pengembangan pendidikan di Jawa mulai menemukan jalan keluar. Pendirian sekolah guru di Bandoeng yang dibuka tahun 1866 telah diperluas ke Jawa Tengah dengan membangun sekolah guru di Oengaran.

Ini berarti bahwa sekolah guru, selain di Solo, Bukittingi, Tanpbatoe juga di Bandoeng dan Oengaran.---kemudian di Probolinggo.

Kweekschool Padang Sidempoean Melahirkan Generasi Emas

Di Padangsche Bovenlanden mulai ada kegelisahan para pegiat pendidikan yang di satu sisi mutu sekolah guru di Fort de Kock dirasakan jauh dari kweekschool di Tanobato. Apalagi, sudah tersiar kabar bahwa Willem Iskander akan membawa tiga guru muda ke Eropa sementara Willem Iskander diplot menjadi Guru kepala di Sekolah Guru yang akan dibangun di Padang Sidempuan.

Tidak hanya itu, pegiat pendidikan di Padangsche juga merasa jauh ketinggalan soal kurikulum, buku pelajaran dan guru yang tersedia. Kebutuhan guru berkualitas sangat mendesak diperlukan di sekolah guru Fort de Kock.

Kegelisan pegiat pendidikan di Padangsche terindikasi dari keinginan untuk mendatangkan Radja Medan, kapala goeroe di skola Islam di Padang yang dimuat di dalam surat kabar Sumatra-courant : nieuws- en advertentieblad,             22-02-1873: ‘ Permintaan guru Radja Medan ditujukan kepada pemerintah (Direkteur dari Onderwijs Eeredienst en Nijverheid di Batavia) agar Radja Medan, guru swasta di Padang diangkat untuk menjadi guru di Kweekschool Fort de Kock’.

‘Radja Medan adalah guru yang berpengalaman di Padang telah 13 tahun menjadi guru. Radja Medan dipandang sebagai guru yang dapat mangadjarkan sagala ilmoe dan pangadjaran dalam pakardjaan skola. Kinerja RM selama ini dianggap baik dan tidak kurang dan para mantan murid-muridnya banyak memuji soekoer atas kemampuan RM. Untuk pengganti RM di sekolah Padang, Soetan Salim Hoofd-Djaksa jang soeda baranti, jang sakarang djadi goeroe panolong (hulponderwijzer) dalam skola Islam di Padang’.

Namun permintaan itu tidak dipenuhi, yang diangkat adalah Baginda Chatib, alumni dari sekolah tersebut (lihat Tijdschrift voor Nederlandsch-Indie, 1876). Willem Iskander tidak kembali, karena Willem Iskander tahun 1876 dikabarkan meninggal dunia Di Belanda setelah beberapa bulan sebelumnya tiga guru muda yang dibawa Willem Iskander satu per satu meninggal dunia. Pada tahun 1877 di Kweekschool Fort de Kock ditempatkan kepala sekolah berlisensi Eropa, Mr. Harmsen. Numun ketika, sekolah guru yang baru dan lebih besar di Padang Sidempuan dibuka tahun 1879 Mr. Harmsen dipindahkan ke Kweekschool Padang Sidempuan (untuk menggantikan Willem Iskander).

Pada tahun 1879 seorang muda lulusan sekolah kedokteran di Belanda yang ditempatkan di Panjaboengan sebagai opziener (penagawas) beralih profesi menjadi guru bernama Charles Adrian van Ophuijsen. Setelah mendapat lisensi guru (diuji oleh komite yang dibentuk khusus) Charles Adrian van Ophuijsen layak menjadi guru dan untuk sementara ditempatkan magang di Kweekschool Probolinggo. Pada tahun 1881 Charles Adrian van Ophuijsen pindah ke Padang Sidempuan. Pada tahun 1883 Charles Adrian van Ophuijsen menggantikan Mr. Harmsen sebagai direktur Kweekschool Padang Sidempuan. Sejak ditangani van Ophuijsen sekolah guru Padang Sidempua semakin pesat perkembangannya. Charles Adrian van Ophuijsen seakan meneruskan reputasi Willem Iskander. Dari delapan tahun menjadi guru di Padang Sidempuan, lima tahun terakhir Charles Adrian van Ophuijsen sebagai direktur sebelum dirinya diangkat Direktur Pendidikan Pantai Barat Sumatra yang berkedudukan di Padang. Charles Adrian van Ophuijsen, lahir di Solok, anak mantan Controleur di Afdeeling Natal dan mantan Asisten Residen di Afdeeling Agam, CHW van Ophuijsen. Untuk sekadar diketahui, ayah Charles Adrian van Ophuijsen adalah pendiri Kweekschool Fort de Kock tahun 1856.   

Dengan demikian, Willem Iskander tidak hanya berhasil di Tapanoeli tetapi keberhasilan Tapanoeli yang dipelopori Willem Iskander telah mengubah pandangan umum bahwa pendidikan di Jawa sangat menyedihkan dan memerlukan gebrakan yang besar. Mutu pendidikan yang tinggi di Kweekschool Tanobato dan kehebatan guru Willem Iskander telah memicu pegiat pendidikan di Padangsche untuk mengejar kertertingalannya. Namun upaya Kweekschool Fort de Kock tidak terwujud. Karena Radja Medan tetap berada di Padang. Di dalam laporan terbaru Inspektur Pendidikan Pribumi hanya kweekschool di Padang Sidempoean, Bandoeng, Probolinggo, Makassar, Tondano dan Amboina yang memenuhi kualifikasi (lihat Koran Sumatra-courant: nieuws-en advertentieblad, 16-12-1884). Diantara yang memenuhi syarat kualifikasi, Kweekschool Padang Sidempuan yang terbaik (Bataviaasch handelsblad, 30-06-1885).

Willem Iskander adalah pionir pendidikan modern di Indonesia. Penerus semangat Willem Iskander adalah Charles Adrian van Ophuijsen (kelak menjadi guru besar (tata) bahasa Melayu di Universiteit Leiden (penemu ejaan van Ophuijsen). Alumni Kweekschool Padang Sidempoean yang terkenal diantaranya: Dja Endar Moeda, pemilik sekolah swasta di Kota Padang (1895) dan editor surat kabar pribumi pertama Pertja Barat di Koata Padang (1897); Mangaradja Salamboewe, anak Dr. Asta (siswa pertama dari luar Djawa diterima di Docter Djawa School) editor kedua pribumi Pertja Timor di Medan (1902); Soetan Casajangan, mahasiswa gelombang pertama studi ke Belanda yang pada tahun 1908 mendirikan Indisch Vereeniging (Perhimpunan Pelajar) di Leiden; dan Mangaradja Hamonangan, guru di Padang Sidempuan, ayah dari Soetan Goenoeng Moelia (Menteri Pendidikan RI yang kedua).


*Dikompilasi oleh Akhir Matua Harahap berdasarkan sumber-sumber tempo doeloe. Sumber utama yang digunakan lebih pada ‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam setiap penulisan artikel tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar